30 Maret 2020

Menjelajah Museum Wayang, Ngeri-Ngeri Sedep!

Prabu Dasarata menerima kedatangan Raden Rama yang sudah memboyong Dewi Sinta. Di saat ini pula Dewi Kekayi menagih janji Prabu Dasarata bila kelak anaknya akan dijadikan raja di Ayodua. Mendengar ini akhirnya Rama Wijaya diusir dari kerjaan. Kepergian Rama Sinta dan Lesmana, tiba-tiba Prabu Dasarata sakit mendadak. Akhirnya diutuslah Raden Bharoto untuk menyusul Rama agar sudi kembali ke kerajaan.

museum wayang jakarta

Itu adalah salah satu teks adegan dari Serial Ramayana, Ceritera Rama Tundung yang dipamerkan di Museum Wayang. Mungkin bagi yang suka nonton wayang, sudah tidak asing lagi ya dengan cerita itu. Tapi bagi saya yang belum pernah nonton wayang dalam arti benar-benar menyimak dengan seksama, pastinya gak bakal ngerti dengan ceritanya.

Lokasi Museum Wayang

Museum Wayang terletak di kawasan Kota Tua Jakarta, tepatnya di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 Pinangsia. Gak susah kok untuk menemukan gedungnya yang menghadap langsung ke area taman Fatahillah. Harga tiketnya hanya Rp 3.500,-/orang saja. Sebelum masuk dan menjelajah ke dalamnya, saya sempatkan foto dulu dengan salah satu tokoh perwayangan yang terkenal karena kekuatannya. Siapa dia? Yup! Gatot Kaca. Ssst, ternyata Abah juga gak mau kalah gaya, haha!

Museum Wayang di Kota Tua Jakarta
Gaya Abah sudah sama ya sama si Gatot Kaca? :D
Nah, apa saja yang ada di Museum Wayang ini? Yuk ikut cerita saya.

Koleksi Museum Wayang

Baru saja masuk lewat pintu depan, kami sudah disuguhi alunan musik gamelan yang mengiringi kami di sepanjang lorong. Di kanan kiri lorong ini dipamerkan berbagai macam wayang dari berbagai daerah. Nah, di dalam kotak-kotak kaca itu, diselipkan teks-teks adegan wayang yang salah satunya saya tulis di depan tadi.
wayang golek pakuan bogor
Wayang Golek Pakuan Bogor
Setelah melewati lorong ini, terdapat satu tempat agak terbuka yang di satu sisinya terdapat semacam taman kecil. Tepat di belakangnya, menempel di dinding pagar sebuah tulisan dalam Bahasa Belanda. Saya gak tahu artinya apa, tapi setelah saya gugling, tulisan itu semacam tugu peringatan untuk Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Hindia Belanda pada sekitar tahun 1600-an.
makam di museum wayang
Tulisan di dinding pagar setelah lorong pintu masuk
Berhadapan dengan dinding ini, yaitu dinding di sebelah kanan lorong dari pintu masuk tadi, ada pula semacam batu bertulis Bahasa Belanda juga. Konon katanya sih ini batu nisan sang gubenur tadi.

nisan di museum wayang
Konon katanya ini batu nisan sang gubernur
Setelah melewati taman kecil, kami masuk kembali ke dalam ruangan yang lebih banyak menyimpan koleksi wayang. Selain wayang yang berukuran kecil yang biasa dimainkan oleh dalang dalam pertunjukan, dipamerkan juga wayang berbentuk patung dengan ukuran besar. Jangan kaget kalau masuk sini dan menemukan wayang dengan wajah yang bisa dibilang agak menyeramkan. Saya juga sebenarnya agak takut sih, hehe.
museum wayang angker
Patung yang tergantung
Di bagian ini, lebih banyak dipamerkan wayang golek 3 dimensi dari berbagai daerah. Jujur saya baru tahu kalau tidak hanya Jawa saja yang punya wayang. Setidaknya, disini saya menemukan wayang golek Menak Kebumen, wayang golek Menak Pekalongan, dan wayang golek Lenong Betawi. Oh iya, disini juga terdapat beberapa cerita rakyat yang tidak asing lagi di telinga, seperti cerita Si Pitung dan Si Manis Jembatan Ancol.

Boneka di museum wayang
Wayang Golek Lenong Betawi
Beranjak lebih ke dalam, kami menemukan juga koleksi wayang lukisan kaca berukuran besar. Di sudut ruangan, dipamerkan juga alat musik tradisional terbuat dari bambu. Di salah satu dinding menuju lantai atas, ada sebingkai salah satu tokoh wayang lengkap dengan atribut yang dikenakannya. Ia adalah Prabu Baladewa dari Kerajaan Mandura.

Baca juga: Menjelajah Museum Bank Mandiri

Saya juga baru tahu ada atribut sebanyak ini yang menempel pada tokoh wayang. Nama-nama atributnya pun ada yang terdengar tidak asing di keseharian. Misalnya, ada atribut upil-upilan yang letaknya pas di bawah lubang hidung dan ada atribut selilitan yang letaknya di antara gigi. Mungkin istilah itu yang mendasari istilah dalam keseharian kehidupan nyata ya, hehe.


koleksi di museum wayang
Wayang Baladewa dan atributnya
Kami naik ke lantai atas melalui tangga kayu bedaun pintu dua. Tepat di depan pintu, ada silsilah perwayangan. Ternyata wayang pun punya silsilah keluarga sendiri! Saya yang pada dasarnya gak paham dengan para tokoh wayang ini hanya bisa membacanya sekilas tanpa tahu alur ceritanya. Tapi ayah dan pakde supir terdengar saling ngobrol sambil membaca silsilah itu. Saya sih gak heran, dulu di kampung kami sering banget ada pertunjukan wayang semalam suntuk saat ada hajatan. Sekarang sudah jarang, bahkan mungkin gak ada lagi.

koleksi di museum wayang
Silsilah keluarga wayang
Di ruangan ini, tidak hanya wayang dari negeri sendiri saja yang dipamerkan, tetapi juga bermacam boneka dari luar negeri. Kalau melihat dari rupa boneka sebelum membaca keterangan di bawahnya, mungkin bisa juga langsung ditebak dari negara mana. Setiap daerah kan punya ciri khasnya masing-masing. Tapi sayangnya, boneka-boneka ini punya raut wajah yang agak seram bagi saya. Bahkan ibu saya sampai gak berani lama-lama disini, hehe.

Misalnya boneka Punch Judy dari Inggris yang lebih mirip badut bermata sangat besar dan berhidung merah. Lalu, boneka kayu dari Perancis dengan tokoh seorang perempuan berambut putih berpakaian seperti pelayan tetapi agak seram -saya bahkan membayangkan adegan film horor melihat boneka-boneka ini tergantung tali di kotak kaca. Kemudian ada wayang boneka dari India yang rupanya persis di film-film Bolywood -Laki-laki berkumis tebal dengan mata bercelak hitam lengkap dengan boneka ular kobranya.
boneka di museum wayang
Boneka dari Rusi
Ada juga deretan boneka dari Tiongkok, khas sekali dengan mata sipitnya. Untungnya, ada beberapa boneka yang wajahnya tidak menyeramkan sehingga saya berani lama-lama memandangnya hehe. Dia adalah boneka dari Rusia, berbentuk seorang anak perempuan dengan baju berenda dan hiasan kepala. Matanya bulat cantik. Juga ada sepasang boneka dari Polandia, seorang laki-laki dan perempuan dengan baju putih polos. Kedua boneka ini asli gak serem. Terakhir boneka dari negeri sendiri yang ceritanya sudah dari jaman dulu dan sampai sekarang masih ada. Yup! Boneka si Unyil dan teman-temannya.
si unyil di museum wayang
Kami bersama boneka si Unyil
Menuju pintu keluar, terdapat sebuah lorong lagi yang salah satu sisinya terpajang berbagai macam topeng. Lagi-lagi topeng itu tidak terlalu ramah raut wajahnya. Ada juga deretan lukisan dengan tokoh perwayangan. Dan di akhir lorong kami disambut lagi dengan sepasang ondel-ondel besar. Untunglah kami sudah berada di ruangan yang luas dan terang menuju pintu keluar, jadi gak terlalu seram lihatnya.
museum wayangn seram
Si ondel-ondel yang sebenarnya saya takuti
Nah, disini juga dijual beberapa suvenir berupa patung kecil, wayang kulit mini, kipas, dan gantungan kunci. Keluar dari museum dan mendapati taman Fatahillah yang ramai rasanya begitu melegakan. Aslinya di dalam tadi punya aura serem-serem sedep gitu, tapi gak ngomong-ngomong sama yang lain. Ternyata ibu dan adik saya juga takut, haha. Susah memang jadi orang penakut seperti kami ini. Tapi penakut ditambah penakut, jadi para pemberani lho :P

28 Maret 2020

Jejak Pilu di Museum Jend. A.H. Nasution

Berkunjung ke museum adalah salah satu daftar yang tak boleh saya lewatkan ketika jalan-jalan di tempat yang baru. Dimanapun itu, museum jadi tempat pertama dalam itenerary saya. Nah beberapa waktu yang lalu, saya dan keluarga kembali menginjakkan kaki di Jakarta, tepatnya di daerah sekitaran Menteng. Wah, kebetulan sekali nih dekat dengan salah satu museum yang ingin saya kunjungi.

museum A.H. Nasution
Patung Jend. A.H. Nasution di depan museum
Museum Jenderal A.H. Nasution. Lokasinya di Jl. Teuku Umar No. 40 Gondangdia, Menteng. Walaupun bangunannya tidak berbeda dengan bangunan rumah lainnya, tapi tetap tidak sulit untuk menemukannya. Sebab, selain letaknya yang persis di pinggir jalan raya, juga ada penanda berupa patung Jenderal A.H. Nasution yang berdiri di halaman rumah, menghadap ke jalan raya.

Saat melewati pintu gerbang dengan pos jaga, kami disambut petugas yang langsung mempersilakan kami untuk masuk ke dalam rumah -yang artinya museum itu sendiri. Tidak ada patokan biaya untuk mengunjungi tempat ini, tetapi saat kami masuk ke ruang depan dari pintu utama, disana terdapat kotak kaca, seperti kotak infak. Kami segera tahu bahwa itu artinya pengunjung dibebaskan untuk mengisi atau tidak, berapapun nominalnya.

Di ruang utama, kami disambut dengan patung setengah badan Jenderal A.H. Nasution yang diletakkan di tengah-tengah ruangan, tepat menghadap pintu utama. Dari petugas yang akan mendampingi kami, dipesankan untuk tidak terkejut ketika nanti diajak berkeliling museum karena akan banyak sekali diorama yang menggambarkan kejadian-kejadian di masa itu. Kami mengangguk-angguk.
MUSEUM NASUTION
Patung setengah badan Jend. A.H. Nasution di tengah ruang tamu
Baru saja dipesankan jangan kaget, kami masih saja kaget begitu kami mulai menjelajah dengan didampingi bapak petugas museum yang saya lupa tidak tanyakan namanya, hehe. Dari ruang utama, kami dituntun masuk melewati lorong yang di samping kanan kirinya adalah ruang kamar tidur utama dan ruang tengah. Di lorong itu, terdapat diorama berupa prajurit yang menodongkan senjata ke arah kamar. Diorama-diorama itu persis dengan manusia asli, detail sekali si pembuatnya sampai ke susunan gigi dan raut wajahnya.

Kami masuk kamar tidur utama dan disana terpajang satu set tempat tidur lengkap dengan kursi, lemari, meja rias, dan tentu saja diorama Jend. A.H.Nasution yang masih memakai sarung di sisi tempat tidur.
museum nasution
Kamar tidur utama di museum
Bagi yang lahir di atas tahun 1990an mungkin sudah pernah melihat film dokumenter tentang pemberontakan G30S/PKI. Di buku-buku sejarah juga masih diceritakan peristiwa berdarah itu. Terlepas dari kepentingan-kepentingan apapun dan siapapun, di museum ini saya makin bisa membayangkan salah satu adegan dalam film itu. Bapak petugas juga menceritakan dengan cukup rinci apa yang terjadi malam itu.

Kamar ini jadi salah satu saksi bisu aksi penyerbuan terhadap Jenderal A.H. Nasution hingga akhirnya malah salah satu putrinya, Ade Irma Suryani yang menjadi korban penembakan. Di pintu kamar yang masih asli kayu dan warna catnya, terlihat lubang-lubang bekas peluru (yang ditandai dengan lingkaran kuning).

G30S/PKI
Lubang kuning bekas peluru di pintu kamar
Di samping kamar utama ini, terdapat satu kamar lagi yang dulunya jadi kamar Ade Irma Suryani. Tetapi kini digunakan sebagai ruang pajangan tempat tidur Jenderal A.H. Nasution selama dirawat pasca penyerbuan. Di kamar ini juga terdapat lemari yang memajang benda-benda milik Ade Irma Suryani, seperti boneka, baju, dan foto-foto serta lukisan. Selain itu, terdapat lemari kaca yang memajang baju-baju dinas Jenderal A.H. Nasution.
ade irma suryani
Lemari yang menyimpan barang milik Ade Irma Suryani
Ada satu syair yang dipajang dalam bingkai di salah satu sisi dinding kamar. Syair ini membuat saya merasa ikut kehilangan sosok seorang anak tak bersalah yang harus meregang nyawa hanya karena kepentingan sekelompok orang saja.
ade irma suryani
Syair yang membuat saya merasa pilu
Keluar dari kamar ini melalui pintu yang mengarah ke bagian belakang rumah, kami disuguhi lagi diorama yang tidak kalah menyedihkannya. Saat penyerbuan malam itu, istrinya meyakinkan Jend. Nasution untuk menyelamatkan diri dan bersembunyi meskipun Ade Irma Suryani mengalami luka parah akibat tembakan. Jend. Nasution berhasil menyelamatkan diri lewat pintu belakang dan melompati pagar rumahnya untuk bersembunyi. Saat itu, di samping rumahnya adalah kantor kedutaan Iraq. Saat itulah kakinya mengalami cedera dan sempat dirawat beberapa lama.
G30S/PKI
Diorama saat Jend Nasution menyelamatkan diri dengan memanjat pagar

museum nasution
Diorama Ade Irma Suryani yang tertembak digendong oleh ibunya
museum nasution
Pagar tembok yang dilewati oleh Jend. Nasution
Kami melewati lorong untuk masuk kembali ke dalam rumah. Di ruang tengah, terdapat diorama beberapa orang bersenjata menghadang istri Jend. Nasution yang masih menggendong Ade Irma Suryani. Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya berada di posisi itu. Betapa istri beliau adalah seorang perempuan yang tegar dan berani.

Di lorong antara ruang tengah menuju ruang depan, terdapat foto Jend. Nasution dan Piere Tendean. Wajah mereka mirip dan itulah yang membuat pasukan Cakrabirawa terkecoh. Mereka mengira sudah menangkap Jend. Nasution, padahal yang ditangkap adalah Piere Tendean. Bisa dibayangkan saat itu belum ada meda sosial, bahkan ponsel pun belum ada sehingga wajah mereka tidak bisa dibedakan secara detail. Belum lagi, penangkapan itu dilakukan malam hari dan dalam keadaan terburu-buru.

pierre tendean
Sekilas memang mirip ya
Menuju ruang depan, di samping ruang tamu terdapat ruang kerja yang biasa digunakan Jend. Nasution. Kami sempatkan foto satu per satu disana, seolah kami ini asistennya yang sedang menunggu arahan pekerjaan, hehe. Lalu petugas museum mengajak kami untuk keluar dan menuju bangunan di samping rumah utama. Nah disinilah asrama Piere Tendean waktu itu. Kami tidak masuk karena tampaknya memang hanya ruang depan saja yang dibuka untuk umum. Masih ada diorama saat terjadinya penyerbuan.
pierre tendean
Penyerbuan di asrama Pierre Tendean
Kami juga diajak ke area belakang rumah dimana ada mobil dinas yang waktu itu dipakai Jend. Nasution.
museum nasution
Kami foto deh di mobilnya :)
Kami mengucapkan terimakasih sekali lagi pada petugas museum dan beranjak pergi. Selepasnya, saya masih tidak habis pikir denan cara-cara yang dilakukan pasukan Cakrabirawa itu. Terlepas dari siapa dalang yang seharusnya bertanggungjawab atas peristiwa G30S/PKI itu atau motif yang menyelubunginya, saya yakin kebenaran akan selalu menang.


26 Maret 2020

Kehaluan Saya Kumat. Pengen Wisata Hijau Ke Papua!

Halo!

Di tengah maraknya wisata ala anak muda yang notabene memang dibuat dan dirancang manusia untuk menarik banyak pengunjung, tempatnya harus instragramable, dan biasanya berada di tempat ramai, nah saya malah pengen banget mencoba untuk berwisata ke tempat yang antimainstream tapi tetap memukau. Bahkan jauhnya sampai beranjak ke ujungnya Indonesia bagian timur. Dimana kah itu? Papua! Yes, Papua itu Indonesia, kan?

Wisata hijau papua
Pesona Raja Ampat (Sumber : papua.tribunnews.com)
Mendengar kata Papua, mungkin sebagian kita akan langsung tertuju ke Raja Ampat. Tempat itu memang terkenal dengan pulau-pulau hijau dan pemandangan bawah lautnya yang menawan. Tahukah kamu? Selain Raja Ampat, ternyata masih banyak destinasi wisata khususnya bagi peminat destinasi wisata hijau, seperti saya salah satunya. Gak salah dong kalau Papua bisa jadi alternatif terbaik untuk destinasi wisata hijau.

Halu bentar boleh kan ya? Kalau saya punya kesempatan ke Papua, saya mau berkunjung ke beberapa tempat wisata ini untuk membuktikan bahwa Papua bisa jadi alternatif terbaik untuk destinasi wisata hijau. Mau halu bareng saya gak? Hehe.

Puncak Ifar

Salah satu destinasi wisata yang tidak boleh dilewatkan saat mengunjungi Papua adalah Puncak Ifar. Tempat ini bisa ditempuh sekitar 45 menit berkendara dari bandara Jayapura. Tetapi jangan heran kalau untuk menuju kesana, kita harus melalui jalan yang berkelok-kelok mengelilingi laut terlebih dahulu. Untungnya, perjalanan panjang itu akan terbayar ketika kita menginjakkan kaki di atas. Dengan ketinggian sekitar 325 meter di atas laut, maka kita bisa menikmati indahnya panorama danau Sentani dengan berhias pulau-pulau kecil di tengahnya. Juga, yang tidak kalah asiknya adalah melihat pesawat lepas landas atau mendarat di Bandara Sentani karena letaknya yang pas di bawah Puncak Ifar.
Wisata hijau papua
Pemandangan dari Puncak Ifar (Sumber: triptrus.com)
Selain menikmati pemandangan danau Sentani dan melihat bandara Sentani dari ketinggian, ada satu spot bersejarah disini. Tugu MacArthur. Bangunan setinggi 3 meter berwarna kuning dan hitam itu adalah tugu penghormatan untuk Jenderal Douglas MacArthur. Bagi penyuka wisata sejarah, tepat sekali kalau datang kesini untuk napak tilas perjuangan jenderal dari Amerika itu. Ia merupakan jenderal  bintang lima yang berperan penting dalam Perang Pasifik yang juga merupakan bagian dari Perang Dunia II. Ia dan pasukannya yang sempat kalah di Filipina, mendarat di Teluk Hamidi Jayapura dan membangun markasnya di lokasi Tugu MacArthur pada tahun 1944.

Wisata hijau papua
Tugu MacArthur (Sumber: pesona.travel.com)
Untuk bisa masuk ke Tugu MacArthur, kita harus melewati pos penjagaan dahulu dan meninggalkan kartu identitas. Sebab, tugu ini berada di Markas Ringdam XVII Cendrawasih. Tidak ada biaya apapun alias gratis, tetapi petugas disana tetap menerima sumbangan dana untuk perawatan bangunan tugu. Cus deh, buat itinerary kesini dan gak lupa bawa catatan dan kamera.

Danau Sentani

Setelah melihat danau Sentani dari atas puncak Ifar, pastinya akan lebih puas kalau melihatnya dari dekat, bukan? Danau Sentani ini terletak di Jayapura dan membentang di antara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Luasnya yang mencapai sekitar 9.360 hektare dan kedalaman sekitar 50 meter ini dinobatkan sebagai danau terluas di Papua.

Wisata hijau papua
Danau Sentani (Sumber: Indonesiaituindah.com)
Berada disini, mata akan dimanjakan oleh pemandangan sabana hijau yang mengelilingi danau. Belum lagi pulau-pulau yang tersebar di tengah danau dan cagar alam dari Pegunungan Cyclops akan lebih mempercantik pemandangan. Tidak perlu khawatir bingung bagaimana menikmati pemandangan disini karena pihak pengelola sudah menyediakan perahu-perahu wisata untuk pengunjung mengelilingi danau. Akan lebih takjub lagi ketika datang saat hari mulai senja karena matahari senja disini tidak kalah indahnya dengan matahari senja di pantai Lombok yang banyak digaungkan oleh para wisatawan. Tetapi karena alasan keamanan, sebaiknya tidak berlama-lama disini saat malam mulai tiba.

Wisata hijau papua
Senja di Danau Sentani (Sumber: edwinlandscaper.blogspot.com)
Sebenarnya tidak ada standar waktu untuk berkunjung ke Danau Sentani, tetapi akan lebih baik lagi jika datang di pertengahan Juni. Sebab, ada event tahunan yang digelar disini. Festival Danau Sentani. Festival ini menampilkan beragam seni dan pertunjukan budaya setempat, seperti tarian adat di atas perahu, tarian perang khas Papua, dan upacara adat seperti Ondoafi. Nah, halunya saya kumat lagi disini. Saya selalu penasaran dengan orang Papua asli, makanya saya pengen coba datang ke festival ini. Siapa tahu kan bisa swafoto sama orang sana, hehe. Sebagai pelengkap, tentu saja digelar juga wisata kuliner untuk memanjakan lidah.

Oh iya, kalau lihat foto danaunya yang jernih ini, saya pengen banget bisa berenang disini. Merasakan bagaimana segarnya air danau. Juga bisa mendayung atau memancing ikan yang banyak hidup di danau. Setidaknya terdapat 30 spesies ikan air tawar, dan empat diantaranya adalah endemik danau Sentani. Duh, rasanya kok sudah terbayang-bayang ya? Hehe.

Puncak Beo

Pertama dengar nama ini, saya kira disini adalah habitat burung beo. Rupanya bukan, teman. Puncak Beo merupakan salah satu destinasi wisata hijau yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah setempat. Lokasinya ada di Desa Beo, Distrik Tiplol Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat Papua Barat. Karena letaknya yang tinggi, yaitu sekitar 100 meter di atas permukaan laut, maka dari sini kita bisa mendapati pemandangan indah berupa birunya laut yang luas menghampar.

Wisata hijau papua
Pemandangan dari Puncak Beo (Sumber: Kumparan)
Ada dua pilihan rute untuk menuju ke Puncak Beo. Pertama, jalur laut yaitu dengan menggunakan speedboat dari kota Waisai. Lamanya perjalanan sekitar dua jam. Kedua, mealui jalur darat, yaitu menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua dari kota Waisai menuju Desa Warsandim Distrik Teluk Mayalibit. Lalu dilanjutkan menyeberang ke Desa Beo menggunakan speedboat milik masyarakat setempat. Kemudian berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit menuju Puncak Beo. Tidak perlu terlalu khawatir, karena pemerintah setempat telah membangun tangga-tangga untuk memudahkan wisatawan menuju puncak.

Terbayang lelahnya ya? Tapi, tentu saja lelah itu sudah mulai terbayar selama perjalanan menuju puncak. Sebab, kita akan menjumpai banyak tanaman indah di sepanjang perjalanan. Mulai dari anggrek macan, bunga sakura, hingga berbagai spesies tanaman. Asli mungkin saya bisa sampai di puncak lebih dari 30 menit karena mampir sana-sini dulu untuk foto-foto sama tanaman cantik itu. Setelah tahu begitu, yang terbayang oleh saya bukan lelahnya, tapi pemandangan yang disuguhkan juga aroma hutan.


Oh iya, selain Puncak Beo yang berisi taman anggrek, disini juga sedang dikembangkan wisata sejarah yaitu goa sejarah. Sesuai dengan namanya, goa ini berisi tengkorak dan tulang belulang tentara Jepang yang wafat saat Perang Dunia II. Duh, saya yang aslinya penakut ini harus ngumpulin nyali dulu untuk masuk goa nih.

Bagaimana? Kehaluan saya ini menular gak sama kamu? Hehe. Nah, kalau kamu juga mulai tertarik dengan wisata hijau Papua, boleh banget gabung di EcoNusa Foundation. Organisasi nonprofit ini akan berbagi cerita tentang tanah Papua sekaligus mengajak kita untuk ikut berpartisipasi dalam memaksimalkan praktik terbaik dalam hal perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.

Untuk bergabung, bisa langsung follow beberapa media sosialnya di bawah ini.
Facebook : EcoNusa Foundation
Instagram :@econusa_id
Twitter : @econusa_id
Youtube : EcoNusa Tv