19 Januari 2018

Silaturahmi Plus Plus, Bagian #2



Yeeaayy ini bagian ke 2 dari beberapa bagian yang nanti insyaallah akan diposting juga di blog ini. 

Selepas subuh, kami berangkat dari Bandar Lampung. Alhamdulillah perjalanan lancar, mungkin karena arah kami ke pulau Jawa ya, jadi saat liburan pun malah terasa sepi. Kapal laut pun terasa milik sendiri karena saking sepinya hehe.

Perjalanan menuju Kuningan, lebih tepatnya ke desa Trijaya sempat diwarnai oleh keponakan yang nangis karena takut gelap, hehe. Memang gelap sih, karena cuaca juga agak gerimis dan hari sudah beranjak malam saat melewati hutan pinus dan danau (saya lupa danau apa namanya). Kata ibu mertua saya yang dulu tinggal disini, dulu ambil air untuk kebutuhan mandi disana. Padahal, jarak dari danau ke rumah lumayan jauh.

Tujuan kami ke rumah Bibi, adik ibu mertua saya. Sampai di rumah Bibi sudah lewat Maghrib. Kami menginap disana dengan rencananya sampai 2 malam. Disana, saya baru kenal dengan saudara dari ibu beserta anak-anak dan cucunya, yang berarti mereka juga baru tahu dengan saya. Saat itu, keadaan Bibi memang tidak terlalu sehat. Bahkan kami merasa ikut sedih ketika tahu bahwa Bibi sudah mulai pelupa.

wajah lusuh baru sampai di rumah Bibi
Next, pagi hari yang masih dingin, kami ke tempat wisata hutan pinus. Jalan kaki saja karena memang jaraknya gak terlalu jauh. Saya juga baru tahu ternyata disini ada Desa Wisata Sigadung. Saya lupa nama taman wisatanya apa, yang jelas didominasi oleh pohon pinus. Karena kami kesana masih pagi, mungkin masih sekitar pukul 07.00, jadi belum ada penjaga di pintu masuknya. Gratis deh, hehe.

Karena masih pagi dan berada di hutan yang masih terjaga, jadi udara yang terhirup rasanya segaaarr sekali. Bisa bersihin paru-paru ini mah. Juga, tempat ini instagramable banget dengan adanya jembatan kayu di pohon-pohon sementara pemandangan di bawahnya hutan pinus dan jurang. Coba foto disana, agak takut-takut tapi kalau gak foto bakal nyesel dan penasaran haha.

Tempat ini tinggi lho, takut juga kalau lihat ke bawah
Di tengah hutan pinus
Di area luar taman ini terdapat lapangan dan Monumen Perjuangan Brimob. Dari cerita ibu mertua saya, monumen ini didirikan untuk memperingati adanya pernyerangan dari DI/TII terhadap pasukan Brimob yang menewaskan sepuluh orang dari pasukan Brimob. Saya mendengar cerita ibu saya itu sambil mengamati monumen yang berdiri menjulang itu. Ternyata ceritanya sama dengan apa yang tertulis di bawah monumen itu. Sejarawati yang baik Ibu saya, hehe.

Tulisan di bagian bawah monumen
Berpose ramean B-)
Oh iya, dari tempat ini juga kita bisa melihat pemandangan gunung Ciremai. Tapi karena saat itu masih pagi dan berkabut, gunung yang tinggi puncaknya sekitar 3.000 meter itu jadi samar-samar dan serupa bayangan.

Kelihatan tidak gunungnya? :-D
Kami beranjak ke rumah dan siap-siap mau gooo lagi. Kalau yang ini harus pakai kendaraan karena jaraknya lumayan jauh. Kami ke Museum Linggarjati. Yuhuuu tempat wisata favorit saya ini, bisa membuka kembali lembaran sejarah lewat benda-benda yang ada. Yuk!

Sampai di museum, rupanya mata saya tidak hanya menangkap bangunan tua yang bersejarah saja, tetapi juga menangkap halaman luas yang ditumbuhi rerumputan hijau yang menyegarkan mata. Kami masuk museum dengan membayar tiket masuk terlebih dahulu (saya lupa harga tiket masuknya). Menariknya, ada pemandu yang dengan senang hati menjelaskan apa yang ada di museum, juga bagaimana sejarahnya gedung ini.

Jadi, awalnya gedung ini hanyalah rumah sederhana milik seorang perempuan bernama Jasitem. Kemudian rumah ini dijual kepada seorang Belanda bernama Van Oos Dome yang kemudian dijadikan tempat tinggal bagi keluarganya. Saya tidak kepikiran untuk ambil foto lukisannya yang terpampang di salah satu dinding kamar. Sejak itu, beberapa kali gedung ini berubah fungsi dan kepemilikan. Dari yang difungsikan sebagai hotel hingga sempat juga bangunan ini dijadikan Sekolah Dasar Negeri Linggarjati. Sampai akhirnya dialihfungsikan oleh pemerintah menjadi museum bersejarah.

Ruang perundingan lengkap dengan meja dan kursi

Diorama suasana saat perundingan berlangsung
Dari pintu masuk, ruangan pertama yang dilihat adalah ruang pertemuan tempat diadakannya perundingana Linggarjati. Ada miniatur ruangan beserta kursi dan para peserta. Masuk ke dalam dari ruangan ini, terdapat jejeran kamar yang digunakan oleh utusan baik dari Indonesia maupun dari Belanda. Kamarnya sederhana tapi rapi dengan gorden putih untuk menghalau silaunya matahari.

Salah satu kamar
Di jejeran kamar paling ujung, rupanya ada pintu keluar lewat depan. Jendela kayu yang lebar membuat saya terinspirasi untuk berpose ala-ala, hehe.
^_^
Saya melewati koridor kamar kembali untuk menyusuri ruangan yang ada di belakang. Ada ruang makan dan dapur kecil disana. Tapi memang agak serem sih karena tidak ada jendela dan ruangan ini ada di pojokan, jadi kesannya dingin dan gelap. Di sampingnya, terdapat satu ruang duduk dengan beberapa kursi yang dulu digunakan sebagai ruang pertemuan pribadi antara Presiden Soekarno dengan mediator perjanjian dari Inggris. Di belakang ruangan ini, masih ada satu kamar yang berbeda dengan jejeran kamar depan tadi. Rupanya ini kamar sang mediator. Kamar ini dilengkapi kamar mandi di dalam dengan bak mandi sangat besar terbuat dari bata dan semen.

Ruang makan (di cermin ada penampakan, hehe)
Ruang pertemuan antara Presiden Soekarno dengan Mediator Lord Killearn
Kami keluar dari pintu belakang dan berjalan melalui teritisan sampai ke depan jendela besar tadi. Dari sana, terlihat halaman luas nan hijau yang ditata apik dan sejuk. Untuk kesana, kami harus melewati deretan anak tangga yang lumayan panjang karena kontur tanahnya seperti gunung. Di halaman itu, terdapat batu yang bertuliskan isi pokok perundingan Linggarjati beserta patung orang yang bersalaman.

Halaman luas yang hijau menyegarkan mata

Mau ambil foto ini, antrinya lamaaaa
Keluar kawasan museum, tepatnya di seberang pintu masuk gedung, terdapat lapangan yang digunakan sebagai tempat parkir. Di sekitarnya, banyak penjaja makanan, suvenir dan oleh-oleh khas Kuningan. Mata saya tertuju pada penjual tahu gejrot dengan gerobak kecilnya di samping pintu parkir. Sebenarnya di Lampung juga ada sih yang jual tahu gejrot, tapi rupanya rasanya berbeda. Disini lebih segar dan gurih menurut saya. Plus, pedasnya luar biasa, padahal saya hanya minta tiga buah cabe saja.

1porsi yang dimakan berdua dengan suami
Ini penampakan mamang tahu gejrot, plus penyerbu yang cuma beli 1 porsi wkwk
Dari Museum Linggarjati, kami lanjutkan perjalanan lagi ke Ghiffari Valley. Sebenarnya ini tempat makan, tapi asiknya disini ada kolam pemancingan, terapi ikan, kolam renang, dan area taman yang asri seperti pemandangan di desa-desa. Saya penasaran dengan terapi ikan yang banyak diminati oleh pengunjung disana. Suami coba duluan dan responnya ngakak melulu karena kegelian, hehe. Untuk mengobati rasa penasaran, saya juga coba di satu kaki dulu aja. Dan.. benar! Geli dikerubuti ikan kecil-kecil itu, haha.

Ikannya nyerbu kaki tuh

Ada penangkaran love bird juga, cantiiikkk!!
jhjhg
Ehem, anak lanang sama mamaknya :D
Keluar dari tempat ini, kami niatnya cari tempat wisata lain yang sekaligus bisa untuk makan pop mie (perbekalannya lengkap, dari nesting, kompor, sampai kopi instan dan pop mie, hehe). Kami coba ke Palutungan dan Curug Putri. Tapi rupanya keadaannya tidak memungkinkan karena saking banyaknya pengunjung. Jadi kami keluar lagi dan cari tempat lain.

Jaman now kalau mau cari tempat apapun pakai google map. Nah, kami pun begitu. Kami cari tempat makan di sekitar lokasi dan muncul Pujasera Taman Kota. Dalam bayangan kami, pujasera pastilah ramai dengan banyak variasi menu makanan. Tapi setelah muter kesana kemari, kenyataan tak seindah bayangan. Pujaseranya hanya ada gerobak-gerobak kecil yang menjual seblak, lontong sayur dan cilok. Putar balik deh, haha. Dan akhirnya kami menemukan tempat makan murah meriah di salah satu jalan.

Oke, ini jalan-jalan hari pertama di Kuningan. Masih panjang cerita perjalanannya, tapi disambung besok lagi ya. See you next time! :-*

04 Januari 2018

Silaturahmi Plus Plus, Bagian #1

Judulnya ada 'Bagian'-nya, niat banget mau nulis cerita yang panjang. Iya lah.. karena memang perjalanan yang nanti saya ceritakan disini akan panjang sekali. Dari judulnya saja ada plus plusnya.

Baiklah, saya awali dengan...

"Kita mau jalan-jalan bulan Desember, siap-siap ya." Itu kata mbak ipar saya beberapa bulan yang lalu di tahun 2017 (secara ini sudah 2018). Setahun lalunya memang keluarga dari suami sudah jalan-jalan juga ke Kuningan. Judulnya bukan jalan-jalan biasa, tapi lebih kepada silaturahmi ke keluarga.

So, dari awal itu kata-kata itu meluncur, saya sudah niat banget gak ambil cuti sebelum Desember hehe. Juga, siap-siap tabungan karena sudah dirancang jalannya gak hanya sampai Kuningan saja, tapi lanjut sampai ke Jogja.

Nah, ketika Desember datang, makin mantap kabar tentang jalan-jalan ini. Tapi, sempat agak menciut dan merubah rencana karena ternyata mobil gak cukup untuk menampung peserta. Alhasil yang bakal tereliminasi adalah saya dan suami, hiks! Rencana pun mulai dirubah, dengan alternatif bawa dua mobil, jadi akan lebih banyak lagi yang bisa berangkat (maklum, ini keluarga lumayan besar, baik secara fisik maupun secara arti kata, hihi).

Saya juga sempat buat rencana lain yang lebih bersifat pribadi dengan suami. Karena sudah niat ambil cuti di bulan Desember, maka kalau gak jadi ikut ke Kuningan, saya harus jalan-jalan ke tempat lain. Yah, hitung-hitung bulan madu lagi haha. Tapi, rupanya ada ponakan yang gak jadi ikut karena ayahnya baru pulang (kerjanya di luar kota). Saya gak tau sih apa harus senang atau gak hehe, karena itu berarti saya dan suami bisa jadi ikut.

Satu kegalauan hilang, eh ada lagi kegalauan yang lain. Rencananya waktu itu, kami berangkat dari Lampung tanggal 25 Desember dan pulang dari tujuan akhir Jogjakarta pada tanggal 1 Januari. Kalau dihitung secara logika, tanggal 2 Januari belum tentu akan sudah sampai di Lampung, sedangkan saya harus masuk kerja kembali di tanggal 2 Januari. Galaunya berlanjut lagi deh. Antara potong jalur secara pribadi atau tidak ikut sekalian.

Kalau potong jalur secara pribadi, saya harus cari tiket kereta atau pesawat dari Jogja ke Lampung. Cari-cari lewat agen online, masyaallah.. di tanggal 31 Desember sudah ludes! Ada tersisa tiket pesawat langsung Jogja-Lampung tapi harganya gak ramah banget di kantong, hampir 1 juta. Hiks! Kalau naik kereta pun, kursi yang harganya agak miring sudah tidak tersedia lagi. Kalaupun ada, harganya di kisaran Rp 500.000,-an sampai Jakarta. Kalau dihitung-hitung, akan sama seperti naik pesawat. Asli deh galaunya buat berfikir ulang. Sempat bilang ke suami, minta pendapat para kakak di Bandar Lampung untuk hal ini. Alhamdulillah ada jalan keluar.

Dan, keputusan yang diambil baru bisa fix di tanggal 24 Desember! Jadi, dalam waktu kurang dari sehari, saya harus beberesan baju dan segala perlengkapan yang akan dibawa. Crowded banget deh kalau ingat hari itu. Pasalnya, pas tanggal 24 Desember itu, ada beberapa agenda juga yang harus dilakukan. Arisan di komplek, ke pasar bareng adek yang datang dari Belitang, dan ternyata tas yang sudah disiapkan beberapa hari lalu pun gak cukup, jadi harus balik ke rumah ibu untuk ambil koper T,T

Untuk mengantisipasi saya yang sudah harus masuk di tanggal 2 Januari, maka saya pun harus menyiapkan seragam kerja untuk hari itu. Takutnya kalau tiba di Lampung tanggal 1 Januari malam, gak keburu lagi untuk nyetrika kan. Sore menjelang maghrib saya baru bisa menyelesaikan pengepakan baju ke koper. Suami juga sudah ribut sih harus jalan ke Bandar Lampung sebelum malam benar-benar gelap. Alhasil, dengan ngos-ngosan, periksa sekeliling rumah, saya dan suami berangkat ke Bandar Lampung karena besok selepas subuh sudah harus mulai jalan. Di jalan menuju Bandar Lampung, saya masih sempat keingetan lantai rumah yang belum sempat disapu dan baju-baju yang baru diangkat dari jemuran dan belum masih menumpuk di kasur, haha. Biarlah.

Sampai di rumah Mamak di Bandar Lampung, saya sempat syok karena lihat tas-tas besar yang sudah dikumpulkan di ruang tamu. Pengen ketawa geli rasanya dan berfikir apakah semua tas ini muat dalam satu mobil? Hehe. Sayangnya gak ada fotonya ya. Tapi, itulah keasyikan tersendiri kalau jalan-jalan bareng keluarga, bawaannya banyak, dibawa senang aja.

Selepas subuh, akhirnya semua tas terangkut juga. Bismillah... dan goooo to Kuningan!

Abaikan tumpukan barang di belakang (untung buntelan di atas mobil gak keliatan hehe)
Oke, ini baru bagian #1 ya. Masih prolog ternyata, haha. Cerita intinya di bagian-bagian selanjutnya. Tunggu besok lagi ya.. see u!