28 Maret 2013

Pentasbihan Kerinduan

                        : dinda


Kutemui setiap bintang di langit malam, dinda
bertanya apakah ada bias wajahmu disana
katanya,
temuilah pagi esok hari

lalu kutemui setiap embun yang menapaki pagi
lagi-lagi bertanya apakah ada senyummu yang terbingkai disana
katanya,
nanti kupoles dulu dengan kilauan sinar mentari

maka kutemui mentari yang merangkaki hari
tak bosan bertanya apakah ada potongan tawamu yang ia bawa
katanya,
masih kuhias dengan rona jingga milik senja

beruntung masih kutemui senja yang datang terlalu lama
tak habis bertanya apakah ada dirimu yang ia sembunyikan dariku
bukan jawaban yang aku terima seperti bintang, embun, atau mentari sebelumnya
katanya,
mengapa harus menunggunya di waktu gemintang mengerlip terang, atau embun mengilau silau, atau mentari menerik hari, atau jingga mewarnai senja?
bukankah ia turut dalam setiap untai doa yang kau kalungkan di tubuh malam, pagi, siang, dan senja?

duhai, dinda
tak usahlah lagi menjelma sebagai bayangan yang mengisi seluruh ruang tanpa pernah memberiku kesempatan untuk bertanya kapankah pertemuan itu nyata untuk kita
sebab seperti gelombang saja rasa yang ada
mencarimu, menantimu dalam tiap pentasbihan akan kerinduan
tak kah kau rasa?

Natar, 9 Maret 2013

22 Maret 2013

SELEPAS HUJAN

            : nirmala


Ada wangi tanah basah selepas hujan di beranda

sudah sepekan, tapi tak kunjung hilang

juga ada guguran daun yang belum sempat kau bersihkan

masih sama di bawah cemara

entah, tapi indraku memang menangkapnya demikian

 

lalu bias senyummu dalam bayangan rembulan ketika malam tiba

apakah kau patri aku dengan sudut matamu, nirmala?

hingga tak habis malam-malamku dengan lamunan akan pertemuan kita

sudah sepekan, dan masih ada dalam ingatan

***

 

hujan belum juga reda kala itu

ketika kita telah sampai menghitung rinai-rinai yang jatuh dari langit abu-abu

kau sempat bertanya,

            -apakah kau lelah menghitung hujan bersamaku, rama?-

dan aku terpaku

kehabisan kata untuk sekedar menjawab

            -tidak, nirmala-

sebab matamu telah membekukan duniaku

 

aku begitu canggung ketika kau biarkan waktu merayapi kita dalam kesenyapan yang tiba-tiba

serupa begitu asing pertemuan kita

seperti waktu yang tak kenal jeda

seperti pagi yang tak mampu berlari, lupa akan senja yang akan ada

 

hingga pada akhirnya aku mengerti

kita sedang mendengar hujan bernyanyi

dan melupakan sedih pedih

seperti juga matahari

menanti pagi untuk bisa terbit kembali

            -kalau begitu, rama, apakah hujan bisa memberi kita kekuatan hanya dengan mendengar mereka bernyanyi?-

dan aku masih tak juga menemukan kata untuk sekedar menjawab

            -mungkin, nirmala-

sebab ada yang tersisa dari perjalanan panjang kita selama ini

: cintamu

yang tak bisa kau sembunyikan di setiap perjumpaan

yang tak bisa aku hapuskan di setiap kediaman

yang tak bisa kita lukiskan lewat nyanyian

***
 

maka selepas hujan kali ini,

masih ada wangi tanah basah di beranda

juga ada guguran daun yang belum sempat kau bersihkan

sudah sepekan, tapi tetap tertinggal dalam ingatan

 

Natar, 7 Maret 2013

# Dimuat di Lampost, 17 Maret 2013 :D