15 Juli 2010

PELAJARAN LAGI

Disini, aku belajar banyak hal. Belajar lebih memahami semua hal yang ada di sekelilingku dari berbagai sudut pandang. Baik dan buruk. Orang-orang yang ada di sekelilingku memang orang-orang baru yang belum pernah kukenal sebelumnya. Mereka datang dari berbagai penjuru Indonesia (dramatisir gak sih?). Dari berbagai suku dan bahasa ibu. Padang, Sunda, Palembang, Jawa, Jakarta.

Aku memahami ini bukan sebagai perbedaan yang harus dihindari, tapi
sebagai anugerah yang harus disyukuri. Aku jadi ingat Alloh memang sudah merencanakan semua itu. Buktinya, ada di QS. Al Hujurat:13. Tapi karena memang dasarnya sudah berbeda, maka aku harus memahami dan berusaha mengerti pula dengan sebaik yang aku bisa.

Bahwa memang di dunia ini, aku tak hidup seorang diri. Aku ada dengan orang lain yang juga hidup di muka bumi (?@#%?!), hehe, jadi inget lagunya doraemon! Saling berbagi dan berusaha toleran dengan apa yang orang lain lakukan. Terus beradaptasi dan sebisa mungkin menghindari konflik. Memang wajar jika dalam satu atap, pikiran setiap orang berbeda-beda, dan kalau tak pandai-pandai menjaga perasaan orang lain dalam berkomunikasi, bisa memunculkan kesalahpahaman.

Jika dulu aku bisa langsung istirahat dan mengunci pintu kamar ketika kelelahan melanda raga dan pikiranku, kini aku harus sedikit mengerti. Ada orang lain yang satu kamar denganku. Jadi, jika dia meminta pendapatku atau meminta sedikit bantuanku, aku harus bisa membantunya. Setidaknya aku memberi perhatian padanya.

Lalu, jika dulu aku bisa seenaknya menyepi dan tak menghiraukan orang lain ketika aku ingin menuangkan pikiranku dalam sebuah puisi atau cerpen atau tulisan lain, maka kini aku tak bisa begitu. Ada orang lain yang tak bisa dicuekin. Ada orang lain pula yang tak bisa kumarahi seenaknya kalau ia berisik hingga mengganggu ketenanganku dalam berekspresi. Wah, pokoknya, aku baru mengerti bagaimana sesungguhnya hidup tanpa keluarga sendiri.

Belum lagi, jika dulu aku bis langsung makan ketika lapar, kini aku harus berusaha sendiri dulu. Berjalan dulu ke warung nasi, mengeluarkan uang dulu dari kantong sendiri. Harus ekstra irit dan antisipasi, jangan sampai kehabisan uang sebelum waktunya gajian, hehe. Tapi hal positif yang aku dapat disini adalah aku bisa merasakan sendiri bagaimana susahnya mencari uang dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aku masih sendiri, belum menikah dan punya anak. Tapi orang tuaku, mereka banyak tanggungan. Wah, jadi merasa benar-benar menghargai jerih payah mereka (bukan berarti dulu aku tak menghargai mereka, tapi kini aku benar-benar merasakan sendiri).

Kalau bicara yang gak enaknya melulu, aku bisa jadi orang yang kufur nikmat nih. Bukankah ketika aku bersyukur, maka nikmat yang akan aku dapatkan bisa lebih? Maka, aku berusaha untuk memahami bahwa semua yang Alloh berikan untukku adalah yang terbaik dari-Nya. Dengan hidup jauh dari keluarga, aku bisa lebih mandiri, bisa lebih bijaksana, bisa lebih dewasa. Aku yakin Alloh mengajariku dewasa dengan banyak hal. Dan yang terpenting adalah aku harus lebih banyak bersyukur atas semua ini, atas apa yang aku dapatkan sekarang, atas apa yang ada pada diriku sekarang. Saat ini.

09 Juli 2010

SEBUAH PELAJARAN

Wah lama sekali tak menggarap blog ini. Kupikir sudah ditumbuhi banyak ilalang dan penuh dengan daun-daun kering yang berjatuhan (hehe… dramatisir sekali ya!). Secara, memang telah lama sekali aku tak menyentuhnya dengan pikiran-pikiranku. Aku terlalu sibuk dengan duniaku yang baru. Dunia yang jauh berbeda dengan duniaku sebelumnya. Kata temanku, inilah dunia yang sebenarnya.

Aku tidak lagi tinggal dengan orang tua, satu hal yang belum pernah kujalani sejak kecil. Baru pertama kali ini lah aku jauh dari mereka. Ternyata jauh dari keluarga terkadang begitu menyesakkan dada (dramatisir lagi!). Rindu oleh omelan ibu yang dulu sering membuat telingaku panas, rindu dengan keriuhan adik-adikku yang dulu tak jarang membuatku kesal. Betapa kini hanya bisa aku ingat saat memandang foto keluarga yang sengaja kubawa kemari.

Duniaku yang baru memang menuntutku untuk makin dewasa dan bijak dalam melakukan segala hal. Dunia baruku menuntutku untuk memahami semua orang yang ada di sekitarku tanpa banyak menuntut orang lain harus memahamiku (waduh, lieur, euy!). Berhubungan dengan banyak orang yang punya karakter berbeda membuatku makin bisa membuka mata. Bahwa memang semua tak sama (pinjem kata-katanya Padi, hehe). Memahami orang lewat cara bicaranya, memahami orang lewat tingkah lakunya, memahami orang lewat interaksinya denganku, memahami orang lewat kebiasaannya. Sungguh, meski terkadang sulit kumengerti, tapi aku merasa semua adalah anugerah.

Aku bisa berkaca pada mereka. Ketika mereka bicara kasar padaku, berarti aku diajarinya bicara lembut agar orang lain tak merasa tersakiti seperti aku tersakiti. Ketika mereka berlaku dingin padaku, berarti aku diajarinya berlaku ramah dan hangat agar orang lain bisa merasakan betapa aku menghargainya. Dan, ketika mereka menyuguhkan senyum rekahnya padaku, berarti aku diajarinya keramahan luar biasa agar orang lain pun merasakan betapa kita semua adalah saudara.

[to be continued…]