08 Desember 2010

BELAJAR MENCINTAIMU


: kepada awan


Aku belajar mencintaimu seperti mentari belajar mencintai hujan
aku belajar menyayangimu seperti embun belajar menyayangi pagi
aku belajar merindukanmu seperti senja belajar merindukan fajar

bukan tak ingin memiliki rasa yang sama denganmu
rasa yang kau titipkan di beranda ruang hatiku beberapa waktu yang lalu

aku ingin kau jadi air
yang melubangi sedikit demi sedikit batu dalam hatiku
hingga batu itu lebur dan jadi keping-keping asa
: kau bilang itu cinta

aku ingin kau jadi angin
yang menggerakkan sayap-sayap hatiku
hingga aku bisa kembali mengudara, menjelajah taman yang kau tata dalam benakmu
: kau bilang itu taman cinta

aku ingin kau jadi candu
yang mengobati luka hatiku
hingga perih ini sembuh dan aku bisa lengkungkan senyum di bibirku
: kau bilang itu senyum cinta

aku hanya butuh waktu, kanda
hingga hati ini luluh
hingga luka ini sembuh

Palembang, 25 Oktober 2010

02 November 2010

KETAWA


Sebenarnya aku mau posting tulisan ini sudah sejak lama, sejak masih dalam suasana Ramadhan. Tapi karena komputer bermasalah, hilanglah semua tulisanku itu. Akhirnya baru sekarang aku bisa nulis lagi. Inspirasi tulisan ini kudapat dari seorang ustadz yang waktu Ramadhan lalu mengimami sholat tarawih.
ooo
Terkadang malas melanda. Berkali-kali harus bisa memahami orang lain di sekitar kita. Harus mengerti bagaimana menjaga perasaan orang lain yang karakternya berbeda-beda. Kemalasan itu bisa terjadi karena dua faktor. Kejenuhan dan kekecewaan. Jenuh karena yang dikerjakan hanya itu-itu saja. Rutinitas yang tampaknya tak ada akhir. Kecewa karena ternyata apa yang kita dapat sekarang tak seindang yang kita harapkan. Kalau sudah begini, stres mudah melanda kita. Makanya, kata sang ustadz itu ada penawarnya, yaitu KETAWA.

Ya, coba saja ketawa sejenak. Meredakan sedikit ketegangan, kejenuhan, dan kekecewaan kita. Tapi ternyata KETAWA ini ada kepanjangannya lho.

K = Keluar dari kebiasaan meski hanya sejenak. Cari angin segar biar pikiran bisa sedikit fresh. Ya, mungkin bisa dengan jalan-jalan, nonton film komedi, atau ngapain aja lah. Tapi harus diingat, jangan sampai kebablasan dan melakukan hal-hal aneh diluar kebiasaan baik.

E =Evaluasi diri kita. Selama ini banyak nikmat atau banyak musibah ya? Apa yang sudah kita lakukan untuk diri kita, dan orang-orang di sekitar kita.kalau bagiku sendiri, biasanya orang yang suka memberi tanpa pamrih itu tingkat stresnya lebih rendah daripada orang yang suka diberi.

T = Tetaplah berpengharapan. Jangan mentang-mentang katanya lagi stres, kita gak mau lagi optimis dengan apa-apa yang ada di hadapan kita. Berfikirlah bahwa kita masih harus menempuh perjalanan panjang, dan peristiwa apapun yang ada di hadapan kita sekarang belum ada apa-apanya.

A = Apapun makanannya, minumnya... (tuutt... disensor! Tak boleh sebut merk ya? Hehe). Apapun kejadiannya, pemaknaannya tetap aja bersyukur. Mengutip sedikit pertanyaan dari seorang ustadz, labih banyak mana coba, nikmat atau musibah? Kalau ada yang jawab musibah, wah! Kebangetan tuh! Perlu dipikir-pikir lagi.

W = Wisatakan hati selalu. Kalau hanya raga kita yang berwisata, tentu gak adil kan? Wisata hati bisa dengan mengunjungi orang sakit biar kita bisa bersyukur akan kesehatan yang diberikan untuk kita. Atau bisa juga dengan membaca buku-buku yang bisa menambah keimanan kita dan kedekatan kita pada Sang Pencipta.

A = Awali dan akhiri dengan benar. Jadi, kalau sudah mengawali suatu pekerjaan dengan benar, akhiri pula dengan benar. Pekerjaan yang tak selesai atau selesai dengan kualitas buruk tentu akan menjadi beban pikiran kita juga. Jadi, gimana mau hilang stressnya kalau pikiran kita ditambah beban lagi?

Ok, fren? Sekarang saatnya ketawa! :-D

PUISIKU, KISAHKU

Sejatinya puisi adalah media untuk menyampaikan cerita pada orang lain, media untuk berkomunikasi dengan orang lain ketika kita tak dapat menjumpai orang lain itu dengan raga kita. Puisi akan jadi operator yang menyiratkan banyak kisah di dalamnya, sarat cerita dalam sedikitnya kata-kata. Dan puisi adalah bahasa paling lembut tapi mampu menusuk ke dalam hati jika ia ditulis dengan rasa.
000
Pernah menulis puisi dengan satu alur cerita yang dinamis dan mengikuti arah kehidupan kita? Aku pernah, dan aku di skak mati oleh seorang kritikus puisi yang baru kukenal beberapa minggu! Entah siapa yang memulai, tapi aku dan dia seolah sudah sama-sama paham akan cerita yang kusampaikan dalam bait-bait puisi itu. Aku memang terbiasa menulis puisi dengan dinamisasi kehidupanku dan kehidupan orang-orang di sekelilingku, tapi aku tak terbiasa diinvestigasi semacam aku jadi buronan paling dicari di tahun ini.
Rupanya, puisi-puisiku diamatinya, dianalisisnya, dibedahnya. Berkali-kali ia bertanya apakah tokoh dalam puisiku tokoh nyata atau hanya tokoh imajinasiku saja. Selama ini aku berkilah bahwa sang penulis puisi memang harus menciptakan tokoh sehidup mungkin. Tapi rupanya ia tak gentar menginvestigasiku hingga beberapa waktu yang lalu, aku mengaku kalah. Ia benar-benar telah membuatku membeberkan kisah dalam puisiku yang tak lain adalah kisahku sendiri.
Baru kali ini aku menemukan orang yang mengupas habis seluruh isi puisi-puisiku, mengikuti alur ceritanya hingga ia bisa merasakan bahwa puisi itu sebenarnya hidup dan bercerita. Tapi dengan begitu, aku jadi paham tentang aku di mata orang lain.
“Aku selalu melihat sendu di matamu, tak bisa kau pungkiri.” Katanya yang membuatku semakin merasa terpojokkan dan seolah sudah jadi benar-benar tersangka.
Ah! Ada-ada saja temanku satu itu. Tapi aku senang dengan ini, karena ternyata aku bisa menuangkan kisah-kisahku dalam larik-larik bahasa sederhana.
*) Thanks to Fakhira

Palembang, 31 Oktober 2010

23 Oktober 2010

KEPUTUSAN

Aku tak tahu bagaimana mungkin ini bisa terjadi lagi pada diriku. Aku sadar aku bukanlah orang yang paling baik dan aku pun bukanlah seorang perempuan luar biasa. Aku hanya perempuan biasa yang punya lebih banyak perasaan daripada logika (teorikah?).

Beberapa bulan lalu, aku sengaja pergi ke luar kota kelahiranku. Sengaja untuk menghindari berbagai masalah (walaupun sebenarnya masalah tak akan hilang ketika hanya dibiarkan dan dihindari). Tapi aku sadar, betul-betul menyadari bahwa keputusanku kemarin adalah untuk hari ini. Aku disini hari ini adalah hasil dari keputusanku kemarin, maka keputusanku hari ini adalah untuk keadaanku besok.
Dari sisi usia, kurasa aku sudah cukup dewasa untuk mengambil berbagai keputusan, tentu saja tanpa memungkiri adanya keterlibatan dari berbagai pihak. Maka disini, aku mencoba untuk lebih dewasa, menjadikanku bijaksana, menjadikanku matang, dan menjadikanku manusia sebenar-benar manusia.

Tapi ternyata, masalah memang hadir dimanapun kita berada. Dalam pikiranku memang sudah tertanam bahwa masalah lah yang menjadikanku dewasa. Masalah lah yang menjadikanku lebih bijaksana, dan masalah lah yang menjadikanku matang.
Ooo

Cinta. Jatuh hati lagi. Aku tak ingin menangis lagi sebenarnya. Tak ingin menangis karena sudah terlalu sering bermain hati. Tapi, aku tak ingin pula lebih berlama-lama lagi untuk selalu bermain. Terlalu sering aku bercanda. Terlalu sering mengatakan aku masih ingin senang-senang. Terlalu sering berprasangka buruk bahwa semua laki-laki yang katanya serius padaku hanya memberi harapan dan janji-janji. Bukan pengalaman diri saja yang terlibat dalam pemikiranku itu, tapi pengalaman teman-temanku jugalah yang makin meyakinkan pernyataanku.

-Jangan pernah benar-benar percaya pada laki-laki sebelum ia melamarmu-
Aku tak tahu bagaimana kata-kata itu bisa melekat erat dalam pikiranku. Tapi aku mungkin tidak separah teman-temanku yang benar-benar menjadikan kata-kata itu sebagai prinsip dalam pergaulan mereka. Aku masih perempuan biasa yang lebih banyak perasaan daripada logika. Mungkin itu salah satu kelemahanku selain kelemahan-kelemahanku yang lain.

Aku mudah jatuh cinta. Sungguh. Aku mudah simpati pada seseorang yang punya pandangan jauh ke depan. Aku mudah simpati pada orang yang punya visi dan misi untuk masa depan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk keluarganya pula. Aku tak melihat bagaimana wajanya, bagaimana rupanya, bagaimana keadaannya. Aku hanya melihat bagaimana sikapnya, bagaimana pandangannnya terhadap suatu masalah. Tapi seiring dengan mudahnya aku simpati dengan orang lain, aku pun mudah pula menarik simpatiku bila orang itu membuatku kecewa.

Aku tahu dan aku paham, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Tapi mungkin itulah kekurangannku lagi. Aku bisa memaklumi dan menerima kekurangan orang lain, tapi aku tak bisa lagi menaruh simpati yang sama dengan simpatiku yang awalnya kuberikan. Ah! Masalah memang harus dihadapi bukan dibiarkan mengendap dan akhirnya akan meledak. Satu pertanyaanku yang entah harus kuajukan pada siapa: mengapa masalahku yang ingin kutinggalkan di kota kelahiranku kini malah muncul lagi disini?

16 Oktober 2010

MERIT... MERIT... MERIT...



Terkadang kita diuji dengan ujian yang kita biasa-biasa, tapi ada pula ujian yang menurut kita luar biasa. Ada ujian dengan sakit, dengan senang, dengan sedih, dengan tangis. Macam-macam lah pokoknya.

Entah kenapa akhir-akhir ini, aku punya tekad untuk segera menikah. Mungkin karena memang sudah waktunya kali ya… hehe. Mengingat umurku yang sudah tak lagi remaja (sok tua, hahay!). Belum lagi beberapa waktu yang lalu, adikku sudah menyatakan ingin menikah pula. Waduh… bukan aku tak rela untuk dilangkahi kalaupun akan dilangkahi olehnya, tapi orang tuaku lah yang tak ingin aku dilangkahi (baik banget kan mereka membelaku… hehe).

Bagiku, masalah menikah bukanlah masalah sepele yang bisa diselesaikan hanya dengan membalikkan telapak tangan saja. Kukatakan pada adikku itu, bahwa menikah bukan saja menyatukan dua hati, tapi menyatukan dua keluarga besar yang tentu saja mempunyai latar belakang yang berbeda. Sebenarnya ini nasehat untuk diriku sendiri. Tapi karena aku diposisikan sebagai kakak yang diamanahkan untuk memberi wejangan untuk adikku, maka aku harus bersikap benar-benar dewasa dan seolah-oleh sudah mengerti tentang seluk beluk dunia pernikahan.

Yup! Menikah memang tidak gampang. Perlu banyak belajar dari orang tua (jiaaahhh…). Menyatukan dua hati mungkin mudah, tapi menyatukan dua keluarga besar dengan latar belakang yang berbeda tentu tidak mudah. Kesiapan untuk menikah juga harus benar-benar diuji. Apa saja kewajiban istri terhadap suami, dan apa juga kewajiban suami terhadap istri. Bagaimana mengelola rumah tangga, anak-anak yang nanti akan hadir, keuangan yang harus dibagi untuk keperluan yang tidak sedikit. Dan bla… bla… bla…

Tapi, kalau hanya memikirkan itu-itu saja dan takut untuk melangkah, kapan bisa majunya? Maka ketika usia-usia rawan sepertiku (waduh…) mungkin sudah saatnya ya untuk segera menunaikan amanah sebagai seorang istri (hyaaa… mendengarnya saja aku sudah gimana gitu, hahaha…). Teman-temanku juga sudah banyak yang memberiku mengundangku ke resepsi pernikahan mereka. Lha aku kapan?? 

Tapi, aku kembali berfikir. Alloh itu Maha Baik kok. Dia akan memberikan segala hal yang terbaik menurut-Nya kepada hamba-Nya selama hamba-Nya itu berprasangka baik terhadap Alloh. Jikalau saat ini aku belum diberi-Nya seorang suami, mungkin menurut-Nya aku belum siap untuk memikul tanggung jawab itu. Atau bisa jadi, Dia sedang memilihkanku seseorang yang terbaik (huhuy!).

Pada intinya adalah, selalulah berprasangka baik terhadap Alloh pada setiap keadaan. Okeh, fren? 
Selamat menanti teman seperjuangan! :-D

02 Oktober 2010

BAHASA KITA

: Rindu


Apa kabarmu, rama?
Dari beranda rumahku, hujan mulai menyapa
Sama seperti senja kala itu
Ketika masing-masing kita hanya punya satu bahasa
: kau bilang itu cinta

Bagiku, rama
Kita hanya bisa melafalkan cinta tanpa pernah bisa menerjemahkannya
Sama seperti hujan kali ini
Kita hanya bisa merasakannya sebagai luruhan doa-doa
Tanpa pernah bisa menerjemahkan tiap rintik yang jatuh di gigil daun dan pucuk rumput

Apa kabarmu, rama?
Dari beranda rumahku, hujan mulai menyapa
Sama seperti senja kala itu
Tapi kini kita punya dua bahasa
: cinta
: rindu


Palembang, 25 Juni 2010

MERINDUMU

Ran


Merindumu, Ran,
adalah denyut yang tak pernah hilang dari nadiku
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah mengenali hujan dari matamu yang basah sore itu
ketika ku bilang jangan pernah merinduku untuk satu masa setelah ini
aku tak berani menatap mata yang bening sebagai telaga pada wajahmu
sungguh
merindumu, ran,
adalah sebuah nafas yang kini mulai tersendat sebab air mata yang menyesakkan

merindumu, ran,
adalah butir-butir doa yang kukumpulkan tiap detik waktu
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah memahat wajahmu di sekeliling dinding yang mengungkungku kian dalam tiap detiknya
dinding senyap yang makin beku tanpa tawamu

merindumu, ran,
adalah malam-malam lambat yang terasa diam menjangkau pagi
kau mungkin tak pernah tahu
aku telah menganggapmu pagi yang menebarkan embun pada tiap helai daun dan kelopak bunga ilalang

merindumu, ran,
adalah air mata yang kian menggumpal di pelupuk mata
entah sampai kapan akan tertuang


Palembang, 6 Juli 2010

15 Juli 2010

PELAJARAN LAGI

Disini, aku belajar banyak hal. Belajar lebih memahami semua hal yang ada di sekelilingku dari berbagai sudut pandang. Baik dan buruk. Orang-orang yang ada di sekelilingku memang orang-orang baru yang belum pernah kukenal sebelumnya. Mereka datang dari berbagai penjuru Indonesia (dramatisir gak sih?). Dari berbagai suku dan bahasa ibu. Padang, Sunda, Palembang, Jawa, Jakarta.

Aku memahami ini bukan sebagai perbedaan yang harus dihindari, tapi
sebagai anugerah yang harus disyukuri. Aku jadi ingat Alloh memang sudah merencanakan semua itu. Buktinya, ada di QS. Al Hujurat:13. Tapi karena memang dasarnya sudah berbeda, maka aku harus memahami dan berusaha mengerti pula dengan sebaik yang aku bisa.

Bahwa memang di dunia ini, aku tak hidup seorang diri. Aku ada dengan orang lain yang juga hidup di muka bumi (?@#%?!), hehe, jadi inget lagunya doraemon! Saling berbagi dan berusaha toleran dengan apa yang orang lain lakukan. Terus beradaptasi dan sebisa mungkin menghindari konflik. Memang wajar jika dalam satu atap, pikiran setiap orang berbeda-beda, dan kalau tak pandai-pandai menjaga perasaan orang lain dalam berkomunikasi, bisa memunculkan kesalahpahaman.

Jika dulu aku bisa langsung istirahat dan mengunci pintu kamar ketika kelelahan melanda raga dan pikiranku, kini aku harus sedikit mengerti. Ada orang lain yang satu kamar denganku. Jadi, jika dia meminta pendapatku atau meminta sedikit bantuanku, aku harus bisa membantunya. Setidaknya aku memberi perhatian padanya.

Lalu, jika dulu aku bisa seenaknya menyepi dan tak menghiraukan orang lain ketika aku ingin menuangkan pikiranku dalam sebuah puisi atau cerpen atau tulisan lain, maka kini aku tak bisa begitu. Ada orang lain yang tak bisa dicuekin. Ada orang lain pula yang tak bisa kumarahi seenaknya kalau ia berisik hingga mengganggu ketenanganku dalam berekspresi. Wah, pokoknya, aku baru mengerti bagaimana sesungguhnya hidup tanpa keluarga sendiri.

Belum lagi, jika dulu aku bis langsung makan ketika lapar, kini aku harus berusaha sendiri dulu. Berjalan dulu ke warung nasi, mengeluarkan uang dulu dari kantong sendiri. Harus ekstra irit dan antisipasi, jangan sampai kehabisan uang sebelum waktunya gajian, hehe. Tapi hal positif yang aku dapat disini adalah aku bisa merasakan sendiri bagaimana susahnya mencari uang dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aku masih sendiri, belum menikah dan punya anak. Tapi orang tuaku, mereka banyak tanggungan. Wah, jadi merasa benar-benar menghargai jerih payah mereka (bukan berarti dulu aku tak menghargai mereka, tapi kini aku benar-benar merasakan sendiri).

Kalau bicara yang gak enaknya melulu, aku bisa jadi orang yang kufur nikmat nih. Bukankah ketika aku bersyukur, maka nikmat yang akan aku dapatkan bisa lebih? Maka, aku berusaha untuk memahami bahwa semua yang Alloh berikan untukku adalah yang terbaik dari-Nya. Dengan hidup jauh dari keluarga, aku bisa lebih mandiri, bisa lebih bijaksana, bisa lebih dewasa. Aku yakin Alloh mengajariku dewasa dengan banyak hal. Dan yang terpenting adalah aku harus lebih banyak bersyukur atas semua ini, atas apa yang aku dapatkan sekarang, atas apa yang ada pada diriku sekarang. Saat ini.

09 Juli 2010

SEBUAH PELAJARAN

Wah lama sekali tak menggarap blog ini. Kupikir sudah ditumbuhi banyak ilalang dan penuh dengan daun-daun kering yang berjatuhan (hehe… dramatisir sekali ya!). Secara, memang telah lama sekali aku tak menyentuhnya dengan pikiran-pikiranku. Aku terlalu sibuk dengan duniaku yang baru. Dunia yang jauh berbeda dengan duniaku sebelumnya. Kata temanku, inilah dunia yang sebenarnya.

Aku tidak lagi tinggal dengan orang tua, satu hal yang belum pernah kujalani sejak kecil. Baru pertama kali ini lah aku jauh dari mereka. Ternyata jauh dari keluarga terkadang begitu menyesakkan dada (dramatisir lagi!). Rindu oleh omelan ibu yang dulu sering membuat telingaku panas, rindu dengan keriuhan adik-adikku yang dulu tak jarang membuatku kesal. Betapa kini hanya bisa aku ingat saat memandang foto keluarga yang sengaja kubawa kemari.

Duniaku yang baru memang menuntutku untuk makin dewasa dan bijak dalam melakukan segala hal. Dunia baruku menuntutku untuk memahami semua orang yang ada di sekitarku tanpa banyak menuntut orang lain harus memahamiku (waduh, lieur, euy!). Berhubungan dengan banyak orang yang punya karakter berbeda membuatku makin bisa membuka mata. Bahwa memang semua tak sama (pinjem kata-katanya Padi, hehe). Memahami orang lewat cara bicaranya, memahami orang lewat tingkah lakunya, memahami orang lewat interaksinya denganku, memahami orang lewat kebiasaannya. Sungguh, meski terkadang sulit kumengerti, tapi aku merasa semua adalah anugerah.

Aku bisa berkaca pada mereka. Ketika mereka bicara kasar padaku, berarti aku diajarinya bicara lembut agar orang lain tak merasa tersakiti seperti aku tersakiti. Ketika mereka berlaku dingin padaku, berarti aku diajarinya berlaku ramah dan hangat agar orang lain bisa merasakan betapa aku menghargainya. Dan, ketika mereka menyuguhkan senyum rekahnya padaku, berarti aku diajarinya keramahan luar biasa agar orang lain pun merasakan betapa kita semua adalah saudara.

[to be continued…]

25 Mei 2010

Pernik Lain Bumi Sriwijaya

Ternyata doaku terkabul! Aku kembali lagi ke Bumi Sriwijaya. Tak kusangka bisa kembali kesana setelah kesan pertama yang begitu menggoda tertinggal di dalam hati dan rasa. Hm... Melewati hampir sepuluh jam perjalanan naik kereta kelas ekonomi (tiketnya Cuma 15 ribu!) badan memang terasa letih dan gerah. Tapi keesokan paginya, semua itu sudah terlupakan karena perjalanan menyenangkan sudah terpampang di hadapan mata.

Diawali dengan mengunjungi tempat yang selalu aku kagumi, jembatan Ampera (yah... kan udah pernah diceritain...). Tunggu dulu! Aku tak akan banyak cerita tentang jembatan yang legendaris itu lagi, tapi aku akan cerita pernik yang lain.

Ada satu hal yang menarik perhatianku ketika memulai perjalanan dengan bus. Bus di Palembang tampaknya penuh dengan asesoris pada langit-langit dan pinggiran jendela. Kebanyakan gantungan bentuk bunga dan daun.
Bus Palembang

Tadinya aku pikir, hanya satu dua bus saja, tapi setelah berkali-kali aku naik bus, ternyata hampir semua bus pakai asesoris! Liat aja nih. Lucu ya? Hal lainnya adalah, baik angkot maupun bus kota, hampir semua full musik! Ternyata gak hanya di Lampung aku menemukan kotak musik di jalanan. Disini suara bedebam musiknya, beuuhh... ruarrr biasa! Mungkin volum suaranya distel maksimal. Melewati taman kota yang dipenuhi dengan pohon-pohonan hijau nan rindang, membuat mata menjadi sejuk dan pikiran tenang.

Nah, disini ada pemandangan yang gak biasa bagiku. Kalau biasanya tempat bercukur itu di dalam gedung atau kios, disini tempat bercukur bisa ditemui di sekitar taman kota! Jadi, kalau lagi jalan-jalan tiba-tiba merasa rambut sudah gondrong, bisa langsung cukur deh! Hehe... Setelah melewati taman kota, aku sampai di alun-alun bawah jembatan Ampera. Persis di bawah jembatan.

Tukang Cukur Palembang








Disini, aktivitas perdagangan mulai ramai ketika sore tiba. Namanya pasar kaget kalau tak salah. Kata sang narasumber, pasar ini memang rutin digelar saat sang mentari mulai menyinari bagian bumi yang lain. Disini, banyak barang murah dijual. Entah barang bekas atau barang sisa belum terjual, mulai dari pakaian, sprai, sandal dan sepatu, peralatan rumah tangga hingga barang elektronik seperti batu baterai ponsel. Soal kualitas, memang rendah, tapi kalau pintar memilih, ada juga barang baru yang mungkin belum sempat terjual.

Oia, ternyata di Palembang sudah ada busway lho! Bus yang dinamakan Trans Musi ini, menurut sang narasumber sudah beroprasi sejak dua bulan yang lalu. Karena aku penasaran, jadi aku coba berkeliling salah satu sudut kota Palembang dengan bus ber-AC ini. Tarifnya cukup murah, hanya tiga ribu rupiah sekali jalan untuk satu orang. Waktu itu aku mencoba menelusuri sudut kota dari halte PTC menuju halte PIM.

Meski sebenarnya aku tak tahu PIM itu apa dan dimana, tapi aku coba-coba saja. Kata saudaraku yang tinggal disini, semua angkot dan bus bermuara di Ampera, jadi jangan takut kesasar! Tapi, setelah turun di akhir halte (PIM ternyata sebuah nama mall; Palembang Indah Mall), toh aku tetap agak nyasar juga, hehe. Menyeberang jalan dan masuk ke kawasan rumRusun Palembangah susun. Satu lagi pernik kota Palembang yang baru aku tahu. Rumah susun yang begitu rapat dan terkesan kumuh. Di selokan banyak sampah bertumpuk tak terurus. Belum lagi keadaan teras rumah yang sempit, makin sempit dengan banyaknya tempat menjemur segala sesuatu, mulai dari pakaian, handuk, karpet hingga kasur! Hm, kalau dirawat dengan rapi, pasti kelihatan bagus banget deh.

Keluar dari kawasan rumah susun, baru kutemui PIM di ujung jalan. Pantas saja aku agak bingung, halte dengan PIM nya jauhan sih (lho kok jadi nyalahin keadaan? Hihi). Dari sana aku melanjutkan perjalanan pulang, naik angkot menuju Plaju yang melewati Ampera. Rasanya belum puas juga kalau belum foto dengan latar belakang jembatan itu lagi (hyaa... keluar deh narsisnya! :D)

12 Mei 2010

NYANYIAN AWAN DAN HUJAN


SATU SAJIAN BERBAGAI RASA

Judul : Nyanyian Awan Dan Hujan
Penulis : Laela Awalia dan Angga Adhitya Prasojo
Penerbit : Litera
Tebal : 70 halaman + cover
Tahun terbit : 2010
Harga : Rp 15.000,-

Kalau anda penikmat puisi, cobalah mencicipi beragam rasa yang ada dalam buku satu ini. lho, kok beragam rasa? Iya, dalam satu buku ini, saya mendapati rasa yang bermacam-macam ketika membacanya. Untung lidah saya gak sampai ngambek karena harus berulang kali merasakan sensasi rasa yang katanya berubah dengan ekstrim.


Pertama kali mencicipi, satu gigitan terasa manis dengan sedikit sensasi asam. Saya teringat pada saus tomat yang biasa dihidangkan bersama sajian pasta seperti spagheti atau mi ayam. Didorong oleh rasa penasaran, saya kembali mencicipi puisi yang lain. Renyah dan gurih! Baru dua gigitan, ternyata saya ketagihan. Kali ini saya teringat pada iklan keripik kentang yang sering muncul di televisi. Mungkin puisi yang satu ini dibuat dengan tangan ringan dan pikiran tenang hingga menghasilkan kata-kata yang renyah. Tentang rasanya, mungkin ditaburi dengan bumbu rahasia yang dibeli di pasar rasa yang menjual berbagai kisah dan jejak langkah.

Kedua kai mencicipi (hehe, ternyata ada ya mencicipi sampai dua kali!), rasa yang ekstrim harus menyengat lidah saya. Begitu pahit! Sampai-sampai saya harus buru-buru mencari penawar untuk menghilangkan sensasi pahit itu. seandainya boleh tidak menghabiskan satu porsi puisi dalam satu waktu, saya tak akan menghabiskannya. Tapi menurut agama, tak bleh menyisakan makanan yang telah kita ambil. Makanya, saya menghabiskannya. Dan amazing! Dalam gigitan terakhir, saya merasakan manis kembali! Pure sweet! Aseli manis!

Bagaimana bisa?

OOO

Sebab puisi memang sepenuhnya tentang rasa. Cinta, kecewa, sakit, terluka. Pernah suatu kali aku mencoba menulis puisi, duduk menghadap jendela dengan angin yang lembut berhembus dan pikiran penuh yang berdesak-desakan ingin keluar, tapi tetap saja tak ada kata tertuang di atas lembar kertas. Kalaupun ada, aku merasa tak ada nafas yang bisa menghidupkan puisiku itu. Maka, mencoba mengerti watak sebuah rasa, setiap kesempatan yang memungkinkan rasa ingin keluar sebagai sebuah puisi, kubiarkan saja ia menguasai jari jemariku untuk menuliskannya.

Terlalu sering hujan yang menginspirasi, berkali-kali pagi yang memanggil, dan tak jarang senja yang menggoda. Maka ketika hujan, pagi, dan senja menemuimu, kau akan bisa merasa bahwa disanalah tempat segala rasa bisa tumpah.

Maka, berterimakasihlah pada hujan, pagi, dan senja yang dengan suka relanya menjadi inspirasi untuk makhluk bernama puisi, lalu berterimakasihlah pada Tuhan yang telah menurunkan hujan, mencipta pagi, dan menghadirkan senja...

OOO

Untuk pemesanan:
Angga : 0878 99207240
Lia : 0856 69681236

ANTIOKSIDAN DAN RADIKAL BEBAS

Pernah lihat iklan prduk makanan dan minuman yang katanya mengandung antioksidan, kan? Penawaran yang akan memikat konsumen karena katanya dapat menghilangkan efek radikal bebas yang ada dalam tubuh, seperti penyakit kanker, dan penuaan dini pada kulit. Benarkah?

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang mengandung atom oksigen dimana pada orbit terluarnya terdapat elektron yang tidak berasangan. Karena tidak berpasangan, molekul tersebut menjadi tidak stabil dan akan selalu mencari satu elektron untuk saling melengkapi. Namun, dalam pencarian satu elektron ini, radikal bebas akan merebut paksa satu elektron dari molekul lain tanpa pernah berfikir apa akibat yang akan terjadi pada molekul yang ditinggalkan elektronnya (memang radikal bebas bisa berfikir? Hehe).

Ternyata, efek yang ditimbulkan memang lebih parah. Molekul yang kehilangan satu elektronnya itu akan menjadi radikal bebas baru. Proses pencarian dan perebutan satu elektron pun akan berulang, bahkan dapat terjadi reaksi berantai. Kalau reaksi ini terjadi dalam tubuh, efek yang ditimbulkan bisa serius.

Pertama, radikal bebas itu akan merusak molekul pembentuk sel, seperti karbohidrat, lemak, protein dan deoksiribo nucleid acid (DNA). Reaksi berantai pun kembali terjadi. Karena mlekul pembentuk sel rusak, maka ia akan menghasilkan sel yang rusak pula. Sel, bagaimanapun keadaannya, ia akan tetap membelah diri dan tumbuh. Nah, kalau sel yang rusak ini tetap tumbuh, ia akan menjadi pemicu penyakit degeneratif seperti penuaan diri atau bahkan sel pembentuk kanker bila pertumbuhannya tidak terkendali.

Penuaan dini yang diindikasikan dengan tidak kencangnya kulit dan keriut, disebabkan karena radikal bebas merusak senyawa lemak yang terdapat pada membran sel. Sedangkan kanker disebabkan karena termutasinya gen vital yang mengontrol pembelahan sel akibat rusaknya DNA, mengakibatkan tidak terkendalinya pertumbuhan sel dan mampunya sel menyerang jaringan biologis lain. Jadi, kalau pada satu bagian sel sudah menjadi sel kanker, maka kemungkinan besar jaringan yang lain pun akan diserangnya.

Begitu parahnya efek radikal bebas di dalam tubuh sehingga harus dikendalikan keberadaannya. Salah satunya dengan menangkal radikal bebas itu dengan suatu senyawa antioksidan. Waduh, apalagi tuh antioksidan?

Antioksidan merupakan substansi untuk menetralisir radikal bebas dalam tubuh dan mencegah kerusakan yang ditimbulkannya pada sel normal, protein, karbohidrat, dan lemak. Caranya adalah dengan melengkapi kekurangan elektron pada radikal bebas sehingga dapat memutuskan reaksi berantai radikal bebas yang bisa menyebabkan stres oksidatif (keadaan tidak seimbangnya jumlah oksidan dan prooksidan dalam tubuh).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan sintetik (buatan) dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya antara lain butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), dan tokoferol. Sedangkan antioksidan alami antara lain senyawa fenolik atau polifenol (flavonoid, turunan kumarin, turunan asam sinamat, tokoferol, dan asam organik polifungsional). Golongan flavonoid yang memilki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katecin, flavonol dan kalkon. Banyak sumber antioksidan alami yang bisa dipilih, dua diantaranya adalah teh yang mengandung senyawa golongan polifenol berupa katecin dan tanin yang memiliki kemampuan antioksidan, kedelai yang mengandung senyawa isoflavon, jahe yang mengandung komponen senyawa 6 gingerol dan 6-shogaol dan spirulina yang mengandung Selenium, Vitamin E, enzym SOD yang dapat memperkecil resiko kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas.

07 Mei 2010

ROTI MARYAM


Sepulangnya dari Jakarta, ibu membawakanku oleh-oleh yang menurutku unik. Roti maryam. Pertama kali aku melihatnya, aku jadi teringat film India jaman dulu. Abisnya, bentuk roti itu memang mirip roti dalam film itu.
Bentuknya bulat pipih, lebar, tebalnya sedang, rasanya tawar dengan sedikit gurih karena pengaruh mentega.
Karena rasanya yang netral ini, roti ini cocok dimakan bersama madu, sari kurma, atau susu. Bisa juga dimakan bersama dengan kuah manis atau gurih seperti kuah kolak atau kuah gulai. Makan satu lempeng saja, perut sudah kenyang!
Tadinya aku pikir, roti maryam hanyalah satu merk tertentu, malah kata temanku mungkin itu akibat pengaruh film AAC, hehe. Ternyata aku salah. Roti maryam adalah sebuah istilah untuk sebuah roti (kok jadi muter-muter ya? Hehe) seperti roti buaya atau roti perancis. Mungkin di Lampung memang agak susah dapetinnya, tapi kalau berminat buat sendiri, kayaknya gampang kok, aku baca di situs ini. Mau coba?

05 Mei 2010

AKU??

agak iseng coba aplikasi ini...

Berikut ini hasil analisanya

Untuk Laela Awalia yang lahir di bulan April, berikut ini adalah rahasia bulan kelahirannya :
#1: * Aktif dan dinamis
#2: * Cepet mengambil keputusan dan suka membenci, tapi cenderung menyesal
#3: * Menarik dan menyayangi
#4: * Kuat mental
#5: * Menyukai perhatian
#6: * Diplomatis
#7: * Suka menenangkan
#8: * Ramah dan suka membantu memecahkan permasalahan
#9: * Berani dan tidak kenal takut
#10: * Cenderung suka bertualang
#11: * Mencintai dan menyayangi
#12: * Pandai membujuk dan murah hati
#13: * Emosional
#14: * Penuh dendam
#15: * Selalu bergerak cepat
#16: * Agresif
#17: * Memiliki memori yang kuat
#18: * Penggerak yang baik
#19: * Pandai memotivasi orang dan diri sendiri
#20: * Penyakit biasanya bersarang di kepala atau dada
#21: * Mudah sekali cemburu berat

27 April 2010

MY POEM

Last time ago in the afternoon
When the leaves and the rainy were falling down
And I felt you were my own
You were leaving me alone
Now, you had broken my heart one...


Agak iseng buka-buka modul les bahasa inggrisku waktu SMA,


aku menemukan ‘harta karun’ ini! Sebuah sajak dalam bahasa orang seberang nun jauh disana. Aku cuma inget samar-samar, aku buat sajak ini karena ditugasi untuk buat puisi...

20 April 2010

TIGA PEREMPUAN DALAM COKLAT DAN MENGKUDU

What’s in your mind? Itu judul yang kami sepakati untuk tulisan ini. Awalnya tak ada niat untuk menuliskan ini. Ya, karena ini hanya cerita biasa, ringan dan buat kami ketawa sampai sakit perut waktu mengalaminya. Ceritanya ini terjadi di warung bakso. Hm, jadi teringat insiden ‘bakso puisi’ sekitar satu tahun lalu, hihi.

Tentu, ini di tempat yang berbeda. Masih di sekitaran Unila, pada hari Minggu, 18 April 2010. Kami –aku, Mbak Lilih, dan Jams- siang itu pengen aja makan bakso. Alsannya, pertama karena memang laper, kedua karena gak ada kerjaan tapi males pulang ke rumah, ketiga, karena pengen ngobrol lebih lama, dan keempat ya siapa tahu aja dapet inspirasi buat tulisan.

Kebetulan, warung bakso itu lagi sepi, mungkin karena hari Minggu kali ya, jadi gak banyak mahasiswa yang lewat dan mampir ke warung itu. Kami bertiga menikmati suasana sepi pengunjung itu –bebas ngomong apa aja tanpa ada yang ngelirik- dan tentu saja bisa agak lamaan disana mengingat cuaca lagi panas banget untuk pulang, hehe.

Ternyata, banyak hal tak terduga yang bisa kami bicarakan yang awalnya tak niat untuk dikeluarkan dari hati. Salah satu dari dua orang temanku itu bertanya, “Gimana sih biar cantik?”

Aku ajukan satu tips yang udah pernah aku posting juga disini, yaitu Jatuh Cinta aja! Kalau kita sedang jatuh cinta, percaya gak percaya ada aura yang memancar dari wajah kita. Lain lagi dengan jawaban salah satu temanku. Katanya, kalau mau terlihat cantik coba peragakan wajah seolah berkata “lele” ketika akan menyapa orang atau tersenyum.

Dari obrolan itu, merambat ke obrolan yang sebenarnya mungkin serius tapi karena pembawaan kami yang suka bercanda, maka obrolan itu jadi semacam humor segar yang membuat kami tertawa, bahkan aku sampai mengeluarkan air mata lho! --Tapi, ceritanya rahasia--

Aku hanya ingin menceritakan bagaimana sang penjaga warung bakso, yang juga menyajikan kami masing-masing satu mangkuk bakso dan segelas es jeruk + segelas air putih, terlihat agak kesal dan bosan melihat kami gak pergi-pergi dari tempatnya, padahal mangkuk di depan kami sudah tinggal dua pasang sendok dan sedikit sisa kuah bakso.

(mungkin kalian akan berfikir apa hubungannya antara tulisan ini dnegan judulnya. Hm, buat kami ada hubungannya. --- tidak semua hal bisa diceritakan --- piss...)

Just for fun! :-)

ANTARA PESIMIS DAN MISTERI

Beberapa hari yang lalu, aku agak iseng mengisi kuesioner tentang kepribadian. Sederet pertanyaan tentang kebiasaan dan sudut pandang kuisi dengan jujur. Aku ingin melihat bagaimana pribadiku sekarang versi si buku.

Hasilnya adalah aku seorang yang cenderung pesimistik. Hm, benarkah? Padahal, aku merasa selalu berusaha untuk memandang segala peristiwa yang terjadi di sekitarku dengan kacamata kebaikan. Berprasangka baik. Begitulah. Makanya, satu sisi hatiku menolak jawaban itu. Tapi sisi lainnya seolah membenarkan meski dituturkan secara halus. Lalu aku sampaikan ini kepada seorang teman. Katanya,

“Menurut gue, 90 % manusia itu pesimis. Termasuk gue :p. Tapi kalo kata gue mah, orang yang pesimis itu lebih punya pandangan jauh ke depan. Soalnya dia akan mempertimbangkan dampaknya dulu...”

Menarik! Benarkah orang yang pesimis itu lebih berpandangan ke depan? Bukankah pesimis itu merasa dirinya tak punya harapan untuk segala hal yang ada di hadapannya. Merasa hampir putus asa dan tak tahu harus berbuat apa. Merasa seolah dirinya selalu terkepung dengan persaingan dan tak akan memenangi persaingan itu.

Aku jadi inget pernah ngobrol dengan seorang temanku yang lain. Dia pernah berbagi sedikit cerita padaku. Isinya kira-kira begini, apapun yang ada di hadapan kita, itu adalah misteri. Tak ada yang tahu akan bagimana kita nanti. Maka, majulah untuk hal yang ingin kita tuju. Jangan pernah berhenti karena banyaknya persaingan, kesempatan yang mungkin kita anggap tak bisa kita gunakan, dan panjangnya jalan yang akan kita lewati. Just go!

Hm, mungkin kedua pemikiran itu perlu diendapkan dulu...

Ruang pengeraman, 15 April 2010

13 April 2010

INBOX

Ketika aku kehabisan kata-kata untuk mengembangkan ide tulisan yang berjubel di kepalaku, aku mulai mengobrak-abrik buku, diktat kuliah, kertas-kertas kosong yang kira-kira pernah aku hiasai dengan lintasan ideku. Hingga sms dari orang-orang di sekelilingku pun, aku baca ulang. Siapa tahu dari isinya aku bisa kembangkan jadi tulisan yang aku mau. Makanya, jangan heran ketika aku tak segera menghapus sms yang masuk hingga invox di ponselku sering kepenuhan.
Suatu kali, aku menemukan satu sms yang setelah kulihat tanggal masuknya, ternyata sudah berumur sekitar setengah tahun. Isinya sebenarnya biasa saja,




“Gak akan, gak akan pernah marah.”
Sender:
+628975489***

Sent:
11-Oct-2009
19:55:09

Aku ingat samar-samar awalnya aku saling berkirim sms itu. Aku melakukan sesuatu yang menurutku suatu kesalahan. Aku minta maaf dan bertanya sekali lagi padanya, apakah dia marah atau tidak. Dan itulah jawabannya. Aku sempat tersanjung ketika membacanya. Dalam kalimatnya, jelas sekali ia berjanji tak akan pernah marah padaku. Seandainya ada kata InsyaAllah, mungkin aku tak akan menuliskan ini.
Setengah tahun aku menyimpan smsnya, dan mungkin akan terus kusinpan. Tujuanku sebenarnya tak banyak, hanya ingin mengirimkan kembali sms itu padanya ketika ia marah padaku. Benarkan ia akan menepati janjinya? Kalau ternyata ia marah, maka kuvonis dirinya seorang pembohong.

Inbox, 13 April 2010

JANGAN PERNAH RESAHKAN HUJAN

Untuk apa resahkan hujan yang datang di halaman, dinda?
bukan itu yang membuatku tak datang menemuimu senja ini
aku hanya takut tak mampu pejamkan mata malam nanti
sebab senyummu pasti akan mampu memenuhi tak hanya halaman hatiku, tapi juga seluruh ruang dalam ingatanku



kau tak pernah tahu bagaimana aku menyembunyikan getar yang tak tahu lagi
bisa kusebut apa setiap kali
aku menjumpaimu di beranda rumah
bahkan sejak kakiku menjejak di halaman yang rumputnya selalu basah
karena hujan

maka jangan resahkan hujan yang datang di halaman rumah, dinda
sebab ia bisa menjadi teman ketika aku tak jadi datang
menjadi lagu ketika harimu dirayu sendu


Natar, Februari 2010

JATUH CINTA = CANTIK

Aku sering mendengar beberapa teman wanita mengunjungi pusat kecantikan untuk –tentu saja- menambah aura kecantikan mereka. Tak jarang, surfing internet pun dilakukan untuk mencari tips dan trik bagimana agar bisa tampil cantik ketika pesta atau tampil sehari-hari. Aku pernah agak iseng bertanya pada Pak Google tips dan trik tampil cantik. Ternyata, Pak Google memang pintar dan banyak wawasan. Dia memberiku berpuluh-puluh jawaban atas satu pertanyaan simpelku.
Satu alamat aku klik. Keluar satu tips...


Putih Bersih Berkat Buah dan Sayur
Untuk dapatkan kesehatan dan kecantikan wajah tidak hanya terlihat dari kosmetik yang anda kenakan. Tapi akan terpancar jelas dari wajah anda dengan perawatan secara alami. Memiliki kehalusan kulit bisa anda dapatkan dengan melakukan perawatan dari bahan sayur dan buah.

Kelebihan dari buah dan sayuran adalah bebas dari bahan zat pengawet dan pewangi sehingga aman bagi kulit yang sesensitif apa pun. Yang kedua adalah air yang dikandung buah dan sayur mampu melembabkan kulit dan lemaknya menghalangi proses penguapan air melalui pori-pori. Sehingga kulit menjadi bersih, lembut, lentur dan bercahaya. ...dst...dst...
(Perempuan.com)

Well, aku klik lagi alamat lain. Isinya tak jauh beda...

Pisang dan Alpukat
Kedua buah ini banyak mengandung lemak dan kaya air, berkhasiat melembutkan, melembapkan, dan menghaluskan kulit. Apa lagi kalau Anda berkulit kering dan kasar.
Agar kulit kencang, segar, dan mengurangi kerutan pada wajah, gunakan masker campuran dari pisang, madu, dan telur. Kulit alpukat dapat Anda manfaatkan untuk krim penghalus kulit punggung dan lutut yang kasar. Caranya campurkan cincangan kulit alpukat dan perasan jeruk lemon, lalu oleskan ke kulit dengan sedikit ditekan.
Apel dan melon
Berkhasiat untuk membersihkan dan melembutkan kulit yang kasar dan kusam. Bisa juga untuk tonik pembersih dan penyegar wajah....dst...dst...
(Hanyawanita.com)

Hm, berarti untuk tampil cantik, kita mesti ngubek-ngubek isi kulkas untuk menemukan buah dan sayuran supaya bisa luluran dengan bahan-bahan itu. Tapi, pernahkah mendengar kalimat ini?

Wajah orang yang jatuh cinta itu bisa jadi cantik luar biasa lho. Auranya terpancar begitu bening dan terang. Konon, katanya aura orang yang jatuh cinta itu berwarna pink atau kuning. Intinya adalah, kalau mau cantik, jatuh cinta aja!

Aku sih mengartikannya dengan lebih terbuka dan luas. Jatuh cinta dengan apa atau siapa saja. Bukankah jatuh cinta itu tak harus dengan lawan jenis? (walaupun mungkin pertanyaan ini akan membuat konotasi yang agak gimana gitu, dengan pertanyaan balik, masa jatuh cinta sama sesama jenis? Hiii...). Jatuh cinta pada pagi, misalnya, maka aku akan bisa menghabiskan beberapa lama di depan jendela kamar hanya untuk memandang pagi. Jatuh cinta pada bunga, maka aku bisa merasa senang dengan lemihat dan mencium aromanya. Jatuh cinta pada diary (adakah ini? hehe) maka aku bisa berdua-duaan dengan diary untuk curhat apa saja (cewek banget!!).

Tak ada yang salah bukan? Jadi, kalau mau tampil cantik, jatuh cinta aja! :-)


Ruang tempat jatuh cinta,
9 April 2010

Ujian dan Kadar Keimanan

Aku terbiasa menyimpan tulisan-tulisanku yang belum selesai pada folder tersendiri. Jika sewaktu-waktu aku tak menemukan apapun untuk ditulis, aku akan membuka folder itu. Siapa tahu ada tulisanku yang bisa kuteruskan. Dan kemarin, aku menemukan tulisan ini yang entah sejak berapa lama aku tinggalkan.

Tulisan ini aku buat untuk menghibur diri sendiri. Syukur-syukur kalau ada orang lain yang juga terhibur setelah membaca tulisanku ini. pertama kali aku nulis ini di buku diary, buku yang selalu setia ada ketika aku mengalami peristiwa-peristiwa di dunia ini. Senang dan sedih. Kini, aku mencoba untuk membaginya untuk kalian semua.

Aku ingat betul, aku menulis ini ketika hatiku sedang benar-benar dilanda jenuh. Bosan super akut! Lelah dengan semua masalah yang menimpaku. Dan bahkan, hampir putus asa. Astaghfirullahaladzim... syukurlah, ketika aku membaca Quran dan terjemahannya, aku mendapati satu ayat yang menjadi penguatku dan membuatku serasa terlahir kembali.

Ujian Allah

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. Al Ankabut:2).

Seringkali kita lupa akan kata-kata Allah itu. Setiap kita pasti mengalami ujian hidup. Dan ujian itu berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya, sebab ujian berbanding lurus dengan kadar keimanan kita. Semakin tinggi kadar keimanan seseorang, maka semakin banyak pula ujian yang akan dialami orang itu. Ibaratnya, tak mungkin kan ujian sekolah untuk anak SD sama dengan ujian sekolah untuk anak SMA?

Terkadang, kita mungkin berfikir kenapa kita yang diberi ujian? Bukan orang lain saja? Jawabannya adalah karena kita yang dipilih-Nya! Kita diberi ujian karena Allah ingin kita kuat. Allah ingin iman kita terus bertambah dan tak tergoyah oleh masalah. Allah ingin kita tak mudah putus asa. Allah ingin lebih dewasa. Allah ingin menguji kita karena Allah sayang dengan kita.

Baca juga : Luka Bagian Cinta

Percaya tak percaya, waktu pertama kali aku nulis ini, tak terasa air mataku meleleh. Begitu dalam makna ayat Allah itu. Sungguh! Maka, jika kalian merasa ujian berat menimpa kalian, bukalah Alquran, baca dan hayati artinya. Pasti akan ada pengobat hati untuk menguatkan bahwa di setiap langkah kita, pasti ada ujian dari-Nya.

Selesai: 8 April 2010

31 Maret 2010

LUKA BAGIAN CINTA


Ketika aku sedih dan terluka, aku akan bayangkan banyak hal menyenangkan yang membuatku nyaman meski dalam keadaan yang menyakitkan. Aku akan bayangkan banyak hal menyenangkan seperti, aku bisa menuliskan kesedihan dan kelukaanku itu agar hatiku sedikit lega, atau aku bisa menolong banyak orang yang membutuhkan apa saja, atau aku bisa mendengarkan cerita orang-orang yang ada di sekitarku, atau juga aku bisa memahami seseorang yang orang lain tak mampu memahaminya. Itu semua akan bisa –paling tidak- menawarkan lukaku.


Ketika aku sedih dan terluka, aku selalu berusaha meyakini bahwa semua itu adalah bagian dari sebuah cinta. Aku tak akan pernah bisa merasakan cinta ketika aku belum pernah terluka. Aku juga tak akan pernah bisa merasakan bahagia ketika aku belum pernah merasakan sedih. Aku mencoba untuk yakin akan satu hal; bahwa Allah tahu apa yang aku butuhkan untuk mendewasakanku.

Seperti kupu-kupu yang mempunyai sayap indah –entah kenapa aku sering iri melihat mereka menari mengitari bunga-bunga. Kupu-kupu tak akan pernah bisa jadi kupu-kupu yang indah jika tidak melewati masa paling sulit dalam hidupnya; melewati lubang kecil dari kepompongnya sendiri. Kupu-kupu tak akan pernah bisa jadi kupu-kupu yang indah jika tidak berani mencoba terbang mengepakkan sayapnya.

Begitu banyak luka yang pernah mengiringi langkahku, begitu banyak sedih yang pernah memayungi perjalananku. Tapi aku yakin, itulah yang akan membuatku dewasa. Maka, aku ucapkan terimakasih pada luka, sedih, air mata. Merekalah yang membuatku yakin aku masih hidup dan bisa bertahan. Terimakasih pada Allah yang telah memberiku hidup...

Ruang berjendela, 30 Maret 2010



HUJAN DAN MATAMU


Hanya hujan, dinda

yang kelak bisa mengingatkanku pada matamu

sebab hujan yang berderai di halaman rumah senja itu

adalah hujan dari matamu

Natar, 26 Februari 2010

SEPOTONG SENJA UNTUK KAU


Tunggulah kau disana,

ku kan ambil senja sepotongnya

kan kuantar ke tempatmu berada

sebagai pelepas lelah sehabis kerja

tunggulah kau disana

nanti kita lahap sepotong senja bersama-sama

Natar, 4 Agustus 2009

26 Maret 2010

MERAWAT BATIK


Punya baju batik? Atau sprei, taplak meja, penutup kulkas dan barang-barang lain yang berbahan batik? Sebagian kita mungkin punya dong, kan pakaian nasional orang Indonesia. Nah, supaya batik gak kusam meski dipakai berulang kali, maka diperlukan perawatan yang sedikit berbeda dari kain lainnya. Berikut tips-tipsnya!

1. Jangan mencuci batik dengan menyikatnya atau langsung mengoleskan sabun cuci/detergen. Cukup mencucinya dengan air hangat. Jika memang terkena kotoran, cuci dengan larutan sabun.

2. Saat menjemur batik, baliklah sehingga bagian luar ada di bagian dalam dan jangan menjemur di bawah sinar matahari langsung. Jemurlah di tempat yang teduh dan terbuka.

3. Lapisi permukaan batik dengan kain katun lain ketika menyetrikanya. Bisa juga dengan menyemprotkan sedikit air di permukaan batik sebelum menyetrikanya.

4. Usahakan tidak menyemprotkan parfum langsung pada batik. Bahan-bahan kimia dapat merusak zat warna pada batik.

Cukup mudah bukan, sekarang batikmu bisa tetap terlihat rapi dan gak kusam. Selamat mencoba!

24 Maret 2010

AKU DAN FLP


Tak pernah sekalipun terbersit dalam pikiranku bahwa aku akan menjadi bagian dari komunitas menulis seperti saat ini. Bertemu dengan orang-orang yang hampir selalu memberi inspirasi bagiku. Bertemu dengan orang-orang yang hampir selalu tersenyum ketika aku datang menjumpai mereka. Bertemu dengan orang-orang yang selalu ingin berbagi cerita pada orang lain. Bertemu dengan orang-orang yang hampir selalu peka pada peristiwa yang ada di sekitar mereka. Segala puji bagi Allah, Sang Pencipta segala. Dia yang telah mempertemukan aku dengan mereka. Dia yang telah menuntunku kepada mereka.

Aku di antara mereka, seperti kupu-kupu di antara taman bunga. Banyak hal yang bisa kuambil manfaatnya. Meski mereka katakan mereka belumlah apa-apa atau mereka bukanlah siapa-siapa, tapi dari yang sedikit itulah aku mengambil banyak. Bukankah sedikit bisa menjadi banyak bila dilakukan terus-menerus dan dari banyak hal?

Aku di antara mereka, seperti hujan di antara bunga-bunga. Aku ingin selalu memberi apa yang bisa kuberi untuk mereka bisa tumbuh, tak hanya menjulang tinggi, tapi juga tampil cantik penuh pesona. Aku ingin selalu memberi karena begitulah yang aku pelajari dari mereka semua. Seperti bunga yang selalu bisa memberi warna pada hamparan dunia. Maka aku ingin selalu memberi yang terbaik untuk mereka.

Tak pernah terpikir olehku akan bisa berada di antara orang-orang yang hampir selalu menginspirasiku. Dan orang-orang itu adalah orang-orang yang berada di bawah bendera Forum Lingkar Pena Wilayah Lampung...

Akhirnya, Skripsiku Jadi Juga!

Tanpa ekspresi kutatap tujuh buah skripsi bersampul biru muda yang menumpuk di atas meja. Benar-benar tanpa ekspresi. Aku tak tahu apa gerangan perasaan yang ada dalam hatiku ketika mataku melihatnya. Lega? Belum. Aku masih harus membawanya berkeliling untuk ditandatangani oleh tiga orang dosen, satu orang ketua jurusan, dan satu orang dekan. Setelah itu, aku masih harus membaginya ke enam tempat. Tiga buah untuk tiga dosenku, satu buah untuk jurusan, satu buah untuk ruang baca fakultas, satu buah untuk perpustakaan universitas, dan satu buah lagi untukku sendiri. Jadi, jelas aku belum bisa lega.

Skripsi laela awalia
(Sumber : liputan6.com)

Lalu, senang? Yah, tak bisa kupungkiri aku harus bersyukur atas semua ini. Tentu, pada Sang Pencipta dan Pemberi Kebahagiaan, Rabb semesta alam. Setidaknya aku sudah melewati tahap sangat panjang dan melelahkan untuk menyusun skripsi ini. Tapi, aku belum bisa terlalu senang ketika hanya karya kecil ini yang bisa kuhasilkan. Bukan bermaksud untuk berpikir pesimis, tapi siapa yang senang jika karya yang ditulis dengan penuh perjuangan hanya dikumpulkan sebagai formalitas belaka. Disimpan dalam rak buku tanpa pernah ada yang membaca ulang.

Lalu, bangga? Tidak juga. Entahlah, aku merasa skripsiku sangat-sangat biasa. Tak ada yang luar biasa. Perasaan pesimisku yang entah sejak kapan lebih mendominasi, mengatakan skripsiku tak lebih dari laporan praktikum di laboratorium biasa! Penelitianku biasa saja. Tak ada yang istimewa. Aku bisa berkata demikian karena aku yang mengalaminya. Perjalanan penelitianku luar biasa berliku! Seperti labirin. Jika mahasiswa lain bisa menyelesaikan penelitiannya hanya dalam waktu sekitar enam bulan, aku lebih dari dua belas bulan! Aku juga merasa hasil yang kudapat adalah sebuah keajaiban. Sebuah hal yang tak terduga sebelumnya. Makanya, aku tak bisa bangga.

Kalau tidak senang dan bangga, lalu apa? Haruskah sedih? Jika demikian, apa yang harus aku sedihkan? Aku pernah berpikir jika aku telah menyelesaikan penelitianku yang paling dahsyat ini, aku tak akan mengingatnya lagi. Sebab, tak ada yang menyenangkan dalam perjalanan penelitianku. Saat itu, aku sedang dalam kondisi paling buruk yang pernah kualami. Putus asa telah di depan mata, selangkah lagi, jika tak ada keajaiban itu maka aku akan benar-benar mati.


Mungkin, jika aku ceritakan kisahku ini pada kalian, kalian tak akan percaya. Tapi, aku mencoba membaginya. Siapa tahu, ada di antara kalian yang mengalami apa yang aku alami.

Pada awalnya, aku tak pernah bermimpi akan belajar di jurusan kimia. Tak pernah ada dalam pikiranku satu hal itu. Sejak kecil, aku ingin sekali menjadi dokter, atau bidan, atau perawat, -atau apapun sebutannya- yang bekerja di rumah sakit atau instansi kesehatan. Aku ikuti semua prosedur untuk bisa masuk ke akademi kebidanan. Mulai dari melanjutkan sekolah ke SMP hingga SMU. Tapi, ternyata jalan hidupku diatur bukan hanya oleh diriku sendiri, tapi juga diatur oleh kekuatan maha dahsyat yang tak pernah bisa dikalahkan oleh siapapun. Aku tak jadi mendaftar di akademi kebidanan. Sebuah ironi, karena biaya yang tak terjangkau.

Yah, gagal untuk pertama kalinya. Aku mencoba tegar dengan sekuat tenaga. Tak menangis di depan ayah dan ibu –meski suatu kali aku tak dapat lagi menahan diri untuk tidak menangis di hadapan ibu- juga di hadapan teman-temanku. Aku mencoba mengalihkan tujuanku kepada hal lain. Mungkin jurusan kimia tak terlalu jauh dari obat-obatan –pikiran yang masih sangat awam.

Akhirnya, dengan segenap rasa yang kuusahakan biasa saja, aku masuk ke jurusan kimia. Bukan jurusan pendidikan sebab aku memang tak ada niat sama sekali untuk menjadi seorang guru, atau dosen, atau apapun sebutannya untuk mengajari orang lain. Kukira, aku bisa melewati tahap belajar disini dengan mudah dan tanpa banyak biaya. Tapi ternyata pikiranku sama sekali salah.

Awal semester, nilaiku memang lumayan bagus, IP-ku masih di atas 3. Tapi, beranjak pada semester selanjutnya, nilainya tak karuan lagi. Kadang naik, kadang turun. IP bahkan tak pernah lagi melebihi angka 3 kecuali di semester pendek ketika harus kuulang mata kuliah. Inikah akibatnya kalau niat kuliah setengah-setengah?

Hingga akhirnya tahap paling panjang kualami juga. Penelitian untuk mendapat ijazah S1. Kukira, penelitianku akan baik-baik saja kujalani dan tanpa hambatan yang berarti. Tapi ternyata, aku salah lagi. Mulai dari biaya yang kupikul sendiri –karena kebetulan dosen pembimbingku sedang tak ada proyek- hingga tak ada acuan yang berarti. Kakak tingkat yang melakukan penelitian dengan judul yang hampir sama, tak ada lagi. Dan yah, begitulah harus kujalani hari-hari di lab.

Mungkin, ketika kalian membaca tulisan ini, tak bisa kalian bayangkan bagaimana aku harus selalu membawa saputangan untuk meredam air mataku. Bagaimana aku harus menyendiri di balkon organik –sebutan yang diberikan seorang teman- sebuah tempat menyendiri paling nyaman yang pernah kutemui di lab untuk menyembunyikan tangisku dari orang lain. Bagimana aku berusaha menunjukkan senyum meski tak pernah bisa selepas senyumku ketika aku bahagia. Bagaimana harus berpura-pura bahagia ketika orang lain menanyakan kabarku. Bagaimana aku harus selalu menuliskan doa-doa dalam setiap lembar catatan penelitianku. Bagaimana aku harus selalu berusaha terlihat optimis ketika dosenku menemui dan menanyakan banyak hal yang aku sendiri tak tahu bagimana ujung penelitianku. Ah!

Jadwal wisuda yang telah berulang kali terlewati dengan sederet pertanyaan dari orang tua –kapan wisuda?- selalu membuatku bertambah porak poranda. Sapaan teman-teman yang mungkin berusaha menegarkan dan menyemangatiku, entah kenapa selalu kutafsirkan sebagai jarum yang menusuk tajam perasaanku.

Entah kenapa tiba-tiba aku jadi sosok asing bagi diriku sendiri. Terkadang, aku merasa telah mati oleh keputusasaan, telah mati oleh kegagalan demi kegagalan yang terus menggelayutiku, telah mati oleh kepesimisanku sendiri. Aku merasa seperti jasad tanpa ruh yang hanya menjalani apa yang orang lain perintahkan kepadaku. Aku harus menyelesaikan ini tanpa ada ujung yang jelas.

Begitu parahnya hingga suatu hari aku benar-benar tak bisa mengelak bahwa aku sakit. Jiwaku terlalu luka. Tapi saat itulah keajaiban datang. Tiba-tiba, entah darimana asalnya, hasil penelitianku muncul. Aku tak pernah lagi mau berharap pada apapun sebelum ini, maka saat itu aku pun masih belum percaya. Pun setelah dosenku bilang aku harus maju seminar hasil penelitian minggu depannya.

Sulit dipercaya. Senang? Tidak juga. Aku bahkan seolah menertawai diriku sendiri. Kasihan sekali aku ini. Untuk mendapatkan ijasah yang aku sendiri pun tak banyak berharap padanya, harus melewati celah-celah kematianku.

Hingga hari ini tiba. Skripsiku jadi juga. Tujuh buah, bersampul biru muda. Ketika aku menatapnya, peristiwa-peristiwa itu berputar kembali. Potongan kenangan-kenangan itu seolah menjadi puzzle yang tersusun rapi kembali. Inikah hasil dari perjuanganku selama bertahun-tahun? Ah!

Ruang tanpa beranda, Februari – Maret 2010

04 Maret 2010

INI RUMAH KITA


: Adhitya


Ini rumah kita, Adhitya
tempat dulu cinta melahirkan kita dalam selimut sejarah
lalu membesarkan kita dalam asuhan katakata
dan mendewasakan kita dengan berjuta kisah

ini rumah kita, Adhitya
tempat kita menuang air mata ke dalam mangkuk-mangkuk cerita
ketika tak lagi ada obat untuk tawarkan duka
tempat kita mengobati luka dengan bahasa
ketika cinta ternyata mampu mengkhianati kita

ini rumah kita, Adhitya
tempat bunda selalu ajarkan berbagi rasa
tempat ayah selalu tunjukkan bahwa kita bisa

ini rumah kita, Adhitya
tempat dulu kita diberi nama:
Cinta

Natar, 3 Maret 2010

17 Februari 2010

ANTARA AKU DAN MANUSIA-MANUSIA

Aku hanya kotak sampah di sudut ruang ATM. Ditaruh di tempat paling pojok dari ruangan berukuran sangat minim di samping gedung yang para manusia menyebutnya bank. Tak apa, karena memang begitulah kebanyakan manusia-manusia menempatkanku, walaupun keberadaanku akan sangat berarti jika mereka ingin membuang sesuatu yang menurut mereka tak berharga lagi. Yah, namanya juga sampah.

Meski aku baru beberapa hari disini, tapi aku sudah menyukai tempat ini. Tempat ini begitu nyaman. Walaupun kecil dan hanya bisa dimasuki oleh maksimal dua orang bertubuh standar (ehm, maksudku tak terlalu gendut, begitu), tapi ruangan ini bersih sekali. Tak ada sampah basah menjijikkan yang biasanya sering kulihat di pasar-pasar atau jalanan. Tak ada bau menyengat yang kerap muncul ketika angin bertiup ke ruangan ini. Tak ada udara panas yang menyerbu karena di sudut atas, telah dipasang pendingin udara yang selalu menyala meski udara dingin berhembus. Ada lampu putih besar yang selalu menyala hingga ruangan ini begitu terang benderang.

Tapi, diluar itu semua, aku paling suka melihat aktivitas disini. Manusia-manusia yang melangkahkan kaki kesini selalu kulihat berbeda ekspresi. Dan itu membuatku sering bertanya meski aku tahu aku tak bisa bertanya pada siapa atau pada apa pun. Kalaupun toh aku memaksa bertanya pada teman akrabku –sampah yang dibuang ke dalam perutku- pasti aku tak akan mendapat jawaban yang memuaskan. Sebab, mereka pun tak tahu menahu tentang manusia itu.

Yang aku tahu adalah manusia-manusia itu berada di tempat ini dalam rangka transaksi. Transaksi apa, aku tak tahu. Yang sering kulihat sih, mereka datang kesini untuk memasukkan kartu kecil ke dalam mesin besar di sebelahku. Lalu memencet tombol-tombol dengan bunyi nit nut nit nut –aku suka tertawa sendiri mendengarnya- apakah mesin itu bernyanyi ketika ada manusia datang dan bercengkerama dengannya? Kemudian keluarlah selembar dua lembar kertas dari dalam mesin itu. Belakangan ini aku tahu itu adalah uang. Sebab waktu itu aku pernah mendengar manusia-manusia itu mengobrol –seperti biasa- setelah seseorang itu mengambil beberapa lembar kertas dari dalam mesin.

“Nih, untuk jajan elo. Cukup kan? Bulan depan gue kirimin lewat ATM deh. Elo jangan nodong gue mendadak gini...”

“Iya, maaf deh. Makasih ya, Mas. I love you full!”

Kulihat gadis mungil yang ada di belakang laki-laki itu tersenyum girang. Ia menerima dua lembar uang dengan corak kertas berwarna biru tua.

“Untung ada elo!”

Kulirik mesin besar di sebelahku, sekedar ingin melihat ekspresinya. Laki-laki itu kan baru saja mengucapkan terimakasih –setidaknya itulah yang tersirat pada kata-katanya- pada mesin besar itu. Hm, tak ada ekspresi darinya. Mungkin sedang tak memperhatikan.

Laki-laki itu melihat sebentar pada kertas putih lain yang dikeluarkan juga oleh mesin besar itu. Setelah mengangguk-angguk sebentar, ia melemparnya ke arahku. Hm, seperti kebanyakan orang. Melempar sampah ke tempat sampah, ke arahku.

Untung ada elo!

Kata-kata itu terngiang kembali di kepalaku. Mesin ATM, dulu ia memperkenalkan diri. Ia bangga dengan namanya. Ketika kutanya mengapa, ia hanya menjawab dengan senyum lebar.

“Untung ada aku!”

Aku menoleh pada mesin ATM, rupanya dugaanku salah. Ia memperhatikan laki-laki itu. Mesin ATM tersenyum lebar, ketara sekali ia banga dengan hadirnya ia disini.

“Kau senang tercipta sebagia mesin ATM?” kuberanikan diri bertanya.

“Hey, sudah jelas, Kawan! Sebab aku mempermudah transaksi para manusia!” katanya.

“Coba bayangkan jika aku belum ada, manusia mungkin akan kerepotan membawa uang tunai untuk berbelanja. Resikonya lebih tingfi daripada membawa kartu ATM. Aku juga mempermudah transaksi yang lain. Memindahkan uang ke tangan orang lain, tinggal pencet-pencet tombol yang ada dan seperti dalam sulap, uang sudah berpindah tangan.”

Aku tercengang saja mendengar ocehannya. Aku memang tak banyak tahu tentang aktivitas para manusia. Dan tampaknya kini perlahan aku mulai tahu juga berkat mesin ATM. Mesin yang pintar. Aku tersenyum padanya. Senyum yang kutujukan untuk berterimakasih padanya karena ia telah memberitahu beberapa hal padaku.

OOO

Dalam seminggu saja, perutku ternyata sudah penuh! Uh, tak muat lagi rasanya aku dimasuki sampah. Untunglah petugas kebersihan seera datang. Ia membawaku keluar, ke tempat dimana sampah-sampah lain menumpuk pula. Rupanya bukan hanya laki-laki yang membawaku saja yang berada disini. Ada beberapa orang pula, petugas keamanan, petugas kebersihan lain yang mengangkut kotak sampah lain, petugas parkir, juga orang-orang lain yang aku tak tahu apa pekerjaan mereka.

Mereka saling sapa. Laki-laki yang membawaku tersenyum ramah pada seorang laki-laki lain yang membawa kotak sampah juga dari arah lain gedung ini.

“Gimana kabar anakmu, Mas Pras?”

Pras. Satu nama lagi yang terkirim ke ingatanku. Laki-laki yang membawaku bernama Pras.

“Yah, sudah mendingan.”

“Mas Pras tetap tak ingin pinjam uang?”

“Pinjam ke Mas Sugeng? Ndak ah. Aku takut ndak kuat bayarnya. Bunganya itu.”

Laki-laki itu menghela nafas memandang Mas Pras yang menunduk, menumpahkan isi perutku ke dalam tempat lain. Tempat sampah yang lebih besar.

“Yah, namanya juga Mas Sugeng itu pinjam di bank, Mas. Mesti ada bunga tho?”

Mas Pras hanya mengangguk-angguk. Mungkin maklum atau apa lah manusia mengistilahkannya.

“Ya, tapi seharusnya kan kalau memang mau menolong orang kecil sepertiku bunganya ndak besar-besar. Lha bunga itu untuk yang nabung juga tho?”

Ah, lega sudah isi perutku telah dikosongkan. Mas Pras membersihkan tangannya sebentar.

“Kalau yang bisa nabung orang-rang yang kaya saja, berarti kan makin kaya tuh dikasih bunga dari hasil tabungannya.”

“Lah, Mas Pras ini, jangan berburuk sangka gitu. Bunga bank itu kan untuk biaya oprasional juga mungkin.” Laki-laki itu mengerutkan kening.

Mas Pras tersenyum, lalu keduanya tertawa.

“Sok tahu, sampeyan! Orang kecil seperti kita ini tahunya kan cuma dapat gaji.”

Aku hanya bisa tersenyum saja, oh, tentu tak akan bisa dimengerti manusia-manusia itu.

Dalam perjalananku kembali ke ruang ATM, entah mengapa kalimat Mas Pras terus terngiang di ingatanku. Mungkin karena aku baru berada disini, hingga aku senang sekali untuk mengingat semua informasi yang kudengar.

...seharusnya kan kalau memang mau menolong orang kecil sepertiku bunganya ndak besar-besar...

Mas Pras memandangku sekali lagi sebelum ia pergi, mungkin memeriksa apakah aku telah ditempatkan dengan benar di ruang paling pojok sebuah gedung yang para manusia menyebutnya bank.

OOOOO